
Bupati Kaidel melihat peluang emas dari komoditi teripang yang menurutnya selama ini kurang dimaksimalkan.
Dobo, suaradamai.com – Bupati Kepulauan Aru, Timotius Kaidel memiliki visi strategis untuk memajukan sektor perikanan melalui pengembangan budidaya teripang secara alami dengan menggunakan kearifan lokal berbasis sasi adat.
Ia meyakini Kepulauan Aru memiliki kondisi geografis yang sangat mendukung budidaya teripang berbasis alam. Terumbu karang, ekosistem pesisir, dan tradisi adat sasi menjadi modal penting dalam pengelolaan berkelanjutan.
Bupati Kaidel melihat peluang emas dari komoditi teripang yang menurutnya selama ini kurang dimaksimalkan.
Ia menargetkan pengembangan budidaya alam teripang sebagai solusi ekonomi berkelanjutan bagi masyarakat pesisir.
Budidaya Teripang Berbasis Sasi Adat di Kompane
Sejalan dengan visi strategis Bupati Kaidel, masyarakat Desa Kompane di Kecamatan Aru Utara Timur Batuley telah menerapkan metode sasi adat untuk budidaya teripang sejak dulu.
Sasi adat di Kompane telah diwariskan secara turun temurun dari generasi pendahulu hingga generasi sekarang ini. Biasanya dilakukan dalam jangka waktu kurang lebih dua sampai tiga tahun.
Budidaya teripang berbasis sasi adat ini tak hanya membawa dampak perekonomian yang baik bagi masyarakat, tetapi juga melestarikan budaya dan sumber daya alam.
Meresponi visi strategis Bupati Kaidel, salah satu tokoh adat Kompane yang juga pembudidaya teripang, Hader Selmuri menyambut baik visi tersebut sejalan dengan tradisi yang sudah diwariskan oleh pendahulu.
“Setuju dengan bupati punya sasi meti (sasi teripang),” ucap Selmuri saat diwawancarai suaradamai.com di tambak miliknya di Kompane, Kamis (9/10/2025).
Sebab sasi teripang kata Selmuri, ibarat tabungan bagi masyarakat.
“Jadi penghasilannya lumayan, masyarakat puas,” terang Selmuri.
Selain itu, sasi teripang bisa membantu keperluan jangka panjang masyarakat.
“Kan banyak hasil, jadi kita mau buat rumah apa bisa, kita bisa kasih lanjut anak sekolah juga bisa, karena semua kan tergantung uang,” imbuhnya.
Sementara itu jika sasi dilakukan selama tiga tahun, apakah masyarakat bisa hidup? Berdasarkan beberapa obrolan suaradamai.com bersama sejumlah masyarakat, disebut masyarakat Kompane tidak terganggu, sebab mereka juga memiliki pencaharian yang lain.
Selain dengan tambak pribadi, masyarakat juga bisa mendapatkan pundi-pundi rupiah dari mencari ikan, lobster, kepiting, dan hasil laut lainnya.
Kemudian, meskipun metode sasi teripang menghadapi sejumlah tantangan sosial seperti pencurian, dari cerita masyarakat mengatakan bahwa persoalan tersebut biasanya diselesaikan dalam musyawarah adat, sehingga yang bersangkutan mendapat efek jerah, maka kasus pencurian sangat minim.
Masalah iklim, pembibitan, dan pakan secara alami juga kerap menjadi tantangan.
Sebab itu, para pembudidaya juga mengusulkan ke Dinas Perikanan untuk ikut mendampingi dan memberikan edukasi bagi pembudidaya.
“Misalnya, selama ini kan katong pu teripang makan secara alami dari alam, nah mungkin ada informasi-informasi baru dari dinas yang bisa dikasih tahu, teripang makan apa lagi biar bisa tambah besar,” ucap salah satu pembudidaya.
Budidaya Teripang dengan Metode Kurungan Tancap
Namun di samping itu, Selmuri mengusulkan ke Bupati Kaidel agar meskipun sasi teripang sangat bermanfaat, metode kurungan tancap dengan menggunakan tambak yang sangat membantu perekonomian pembudidaya teripang harus tetap dijalankan.
Dari pantauan Suaradamai.com di Desa Kompane, sebagian masyarakat sudah melakukan metode kurungan tancap dengan membangun tambak untuk budidaya teripang.
“Jadi katong (kita) juga harus buat tambak. Kalau melalui tiga tahun (sasi), katong seng (tidak) bisa ambil begitu dolo,”
Sebab di Kompane rata-rata waktu dijalankannya sasi biasanya kurang lebih tiga tahun baru dipanen. Sehingga dengan metode kurungan tancap, masyarakat bisa mengambil kapan saja untuk dijual.
Catatannya, masyarakat hanya boleh mengambil teripang saat sasi dijalankan di tambak masing-masing dan tidak boleh mengambil teripang di luar tambak, serta wilayah laut yang disasi.
Metode kurungan tancap yang dilakukan masyarakat juga masih terbatas dengan berbasis alam.
“Biasanya dari bahan saja to, jadi biasanya katong belum dapat waring, katong kumpul batu, kalau su dapat waring katong mulai potong kayu, setelah potong kayu kita mulai pasang, tapi kalau belum, seperti yang lain-lain kan belum ada waring, mereka pakai batu dulu,” ungkap Selmuri.
Namun untuk membangun tambak, masyarakat kata Selmuri selalu menemukan permasalahan pada pembiayaan. Sehingga perlu perhatian khusus dari pemerintah daerah.
Ia mengatakan, pemerintah daerah melalui Dinas Perikanan pernah memberikan bantuan untuk pembudidaya teripang di Kompane, tetapi belum mencukupi kebutuhan, juga pemerataan.
“Katong minta bantuan seperti kendaraan, terus waring, paku, supaya pembudidaya yang seng mampu bisa bangun tambak juga,” pinta Selmuri.
Pengolahan dan Pemasaran Teripang di Kompane
Selain proses budidaya yang masih berbasis alam, pengolahan teripang oleh masyarakat Kompane memang masih sangat sederhana.
Dengan peralatan seadanya yang dimiliki masyarakat, mereka sudah bisa mengolah teripang untuk dijual.
Tidak semua teripang dari hasil tangkapan masyarakat, terutama melalui meti (pencarian hasil laut seperti teripang, dll saat air surut) diolah terlebih dulu baru dijual, sebagian langsung dijual mentahnya kepada pengusaha setempat.
Hasil panen di Kompane biasanya langsung diborong pembeli dari dalam maupun luar desa.
Sementara soal harga bergantung kepada pembeli yang menawarkan harga, tentunya dengan persaingan harga masing-masing.
Selain para investor yang datang saat musim panen maupun membeli kapan saja di pusat Kota Dobo, pengusaha setempat juga membuka kesempatan untuk membeli teripang dari masyarakat.
Seperti yang dilakukan salah satu pengusaha setempat, Jumat Tamher.
Suaradamai.com diberikan kesempatan melihat langsung proses jual beli teripang yang berpusat di toko pribadinya di Kompane.
Selain membeli teripang dari masyarakat, Jumat juga kerap membantu meminjamkan uang kepada masyarakat yang kesulitan ekonomi dan nanti diganti saat panen tiba.
“Setiap panen ini kan pasti ada hasil, entah ada banyak dan sedikit, tapi pasti ada. Jadi masalah kita sebelum panen kadang itu usaha lain ada. Jadi kadang masyarakat itu dia memilih, seandainya ekonominya kurang to, saat kebutuhan tidak ada, terpaksa dia musti bawa diri. Ini kan kita cuma keluarga semua, jadi bantuan ini bukan cuma kita bantu untuk panen saja bukan, masalah ekonomi saja, kita sebagai pengusaha di desa harus begitu. Menunjang masyarakat supaya ke depannya lancar la,” ungkap Jumat.
Sebab itu, bukan hanya sebagai pengusaha, dirinya yang juga sebagai pembudidaya memberikan dukungan penuh kepada visi Bupati Kaidel karena sangat bermanfaat dan sejalan dengan tradisi masyarakat Kompane.
“Kalau memang program bapak bupati seperti itu, kami minta dari masyarakat ke depannya, untuk bupati, tolong perhatikan masyarakat. Ke depan supaya kalau bisa masalah bantuan segala macam, ada bantuan berupa macam dari perikanan punya, berupa waring, sesuai dengan program bupati supaya bisa ada utusan yang langsung antar ke desa. Supaya orang-orang mana yang belum dapat bantuan itu bisa merasakan seperti yang lain,” pinta Jumat.
“Ke depan semoga bupati selalu lancar, bupati punya program-program semua lancar, supaya sampai di tujuan yang sebenarnya,” tambah Jumat.
Dukungan Penuh Pemerintah Desa
Kepala Desa Kompane, Samsul Bahri Hatala mendukung penuh visi strategis Bupati Kaidel itu.
Menurut Hatala, sasi adat di Kompane telah diwariskan secara turun temurun dari generasi pendahulu hingga generasi sekarang ini.
“Dari katong (kita) pung (punya) leluhur sampai hari ini masih menggunakan sasi, karena masih sakral. Sehingga orang tua di sana selalu ajar supaya sasi ini turun temurun dan dilestarikan,” ungkap Hatala saat ditemui Suaradamai.com belum lama ini.
Ia mengatakan bahwa selain menjaga kearifan lokal, sasi juga bertujuan untuk menjaga eksistensi Kompane sebagai salah satu desa penghasil teripang terbanyak di Aru.
“Di Aru, teripang paling banyak juga kan di Kompane. Yah selain juga di desa-desa tetangga seperti Kabalsiang, Benjuring, hingga Batuley,” ucap Hatala.
Ia berharap, program strategis dari bupati ini segera terealisasi untuk kesejahteraan masyarakat Aru, juga terlebih khusus di Kompane.
“Kalau bisa program ini jalan dan pemerintah tolong liat masyarakat Kompane. Masyarakat budidaya yang membutuhkan bantuan Pemda, karena banyak mau bikin tambak tapi terkendala waring, tali, paku, dan bibit teripang yang dijual mahal,” pungkasnya.
Harapannya, dengan budidaya teripang berbasis sasi ini dapat memperkenalkan Aru yang kaya akan teripang, bukan hanya di tingkat daerah, tapi juga nasional, bahkan dunia.
Untuk saat ini, Kompane masih membuka sasi setelah panen beberapa waktu lalu.
“Lagi musim timur, [angin] kencang, jadi akses cari bibit jauh. Sementara buka dulu biar ambil bibit. Setelah tambak penuh baru tua-tua adat duduk baru tutup sasi lagi,” jelasnya.
Klik DI SINI untuk ikuti VIDEO BERITA dari Kabupaten Kepulauan Aru