Beranda Lintas Maluku Kepulauan Tanimbar DPRD KKT Desak Transparansi Anggaran Reboisasi dan Dana Bagi Hasil PT KJB

DPRD KKT Desak Transparansi Anggaran Reboisasi dan Dana Bagi Hasil PT KJB

0
DPRD KKT Desak Transparansi Anggaran Reboisasi dan Dana Bagi Hasil PT KJB

Sairdekut menyoroti kurangnya keterbukaan dalam pengelolaan keuangan terkait PT KJB dalam memenuhi kewajibannya terhadap pemerintah daerah. Ia meminta informasi yang jelas dari Dinas Kehutanan agar DPRD dapat menjalankan fungsi pengawasannya dengan baik.


Ambon, suaradamai.com – Anggota Komisi II DPRD Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT), Yan Sairdekut, meminta Dinas Kehutanan Provinsi Maluku untuk lebih transparan dalam memberikan informasi terkait anggaran reboisasi dan dana bagi hasil (DBH) yang diperoleh dari perusahaan HPH, PT Karya Jaya Berdikari (KJB).

Menurut Ketua DPC Gerindra Tanimbar itu, hingga saat ini baik pemerintah daerah (Pemda) maupun DPRD tidak mengetahui secara pasti besaran dana reboisasi serta DBH yang seharusnya diterima oleh Pemda setempat. Hal ini disampaikannya dalam rapat bersama Komisi II DPRD Provinsi Maluku dan Dinas Kehutanan yang berlangsung di ruang rapat Komisi II DPRD Provinsi Maluku, Senin (10/2).

Kurangnya Transparansi dalam Pengelolaan Keuangan

Sairdekut menyoroti kurangnya keterbukaan dalam pengelolaan keuangan terkait PT KJB dalam memenuhi kewajibannya terhadap pemerintah daerah. Ia meminta informasi yang jelas dari Dinas Kehutanan agar DPRD dapat menjalankan fungsi pengawasannya dengan baik.

“Hingga saat ini tidak ada asas keterbukaan dalam pengelolaan keuangan terkait perusahaan HPH (PT KJB-red). Kami meminta kejelasan dari Dinas Kehutanan agar ada transparansi mengenai perusahaan ini, sehingga pengawasan bisa dilakukan secara optimal,” tegasnya.

Lebih lanjut, Sairdekut mengungkapkan bahwa anggaran reboisasi yang seharusnya disediakan oleh perusahaan penebangan kayu di Tanimbar masih belum jelas.

“Anggarannya ada di mana? Siapa yang mengelola? Mengapa kita tidak pernah mendapatkan dana reboisasi, sementara hutan kita sudah rusak? Kami juga tidak mengetahui besaran persentase DBH yang seharusnya diperoleh masyarakat Tanimbar sebagai daerah penghasil hutan. Pemerintah daerah nyaris mengalami kemiskinan ekstrem dan membutuhkan pendapatan asli daerah (PAD) untuk pembangunan. Tanpa transparansi, sulit bagi kita untuk keluar dari masalah ini,” bebernya.

Penjelasan Dinas Kehutanan Provinsi

Menanggapi hal itu, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Maluku, Haikal Baadila, menjelaskan bahwa anggaran reboisasi sejumlah Rp1 miliar setiap tahunnya selalu ditransfer ke kas daerah Kabupaten Kepulauan Tanimbar.

“Khusus untuk anggaran reboisasi sebesar Rp1 miliar, anggaran tersebut setiap tahunnya ditransfer ke kas daerah kabupaten,” ujar Baadila singkat.

Usulan Revisi Pergub dan Peningkatan Menjadi Perda

Sementara itu, Ketua Komisi II DPRD KKT, Erens Feninlambir, mengungkapkan beberapa permasalahan yang dibahas dalam rapat tersebut, termasuk usulan revisi Peraturan Gubernur (Pergub) No. 01 Tahun 2012 tentang standar pemberian kompensasi kepada masyarakat terhadap kayu yang dipungut pada areal hak ulayat di Provinsi Maluku.

Saat ini, berdasarkan Pasal 5 Ayat 3 Pergub tersebut, besaran kompensasi untuk kayu indah per kubikasi ditetapkan sebesar Rp35.000 dan oleh PT KJB dinaikkan menjadi Rp70.000. Untuk kayu merbau, dari Rp17.500 menjadi Rp35.000, sedangkan kayu non-merbau dari Rp10.000 menjadi Rp20.000.

Komisi II DPRD KKT mengusulkan kenaikan harga kompensasi kayu per kubikasi menjadi:

  • Kayu indah: Rp1.000.000
  • Kayu merbau: Rp900.000
  • Kayu non-merbau: Rp500.000

Selain itu, dalam Pasal 8 Ayat 2 terkait pembayaran kompensasi, pembagian yang sebelumnya 20% untuk pembangunan desa sekitar dan 80% untuk pemilik hak ulayat diusulkan menjadi 60% untuk pemilik hak ulayat dan 40% untuk pembangunan desa, guna menghindari polemik di masyarakat.

Perlunya Evaluasi Pergub No. 17 Tahun 2009

Komisi II DPRD KKT juga menyoroti perlunya revisi terhadap Pergub No. 17 Tahun 2009 tentang pemenuhan bahan baku kayu untuk industri primer hasil hutan kayu dalam wilayah Provinsi Maluku. Hingga kini, laporan bulanan pasokan dan penerimaan kayu oleh perusahaan belum disampaikan secara berjenjang kepada Pemda melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dan Pemerintah Provinsi Maluku, sehingga perlu dikaji ulang.

“Dalam pertemuan ini, kami mendapat sedikit angin segar. Komisi II DPRD dan Kadis Kehutanan Provinsi Maluku berkomitmen untuk tidak hanya merevisi Pergub, tetapi meningkatkannya menjadi Peraturan Daerah (Perda). Komisi II telah menyiapkan Perda terkait pengelolaan hutan adat yang prosesnya sudah sampai tahap harmonisasi. Ini tentu dapat menjawab kebutuhan daerah di Maluku yang hutannya dikelola,” jelas Feninlambir.

Langkah Selanjutnya: Koordinasi dengan Kementerian Kehutanan

Sebagai tindak lanjut, Komisi II DPRD KKT, Komisi II DPRD Provinsi Maluku, dan Dinas Kehutanan Provinsi akan segera melakukan koordinasi dengan Kementerian Kehutanan. Koordinasi ini bertujuan untuk mencari solusi terkait pengelolaan hutan dan dana reboisasi.

“Kadis Kehutanan menjelaskan bahwa Kementerian Kehutanan telah memberikan sisa dana reboisasi kepada Pemda KKT sebesar Rp1 miliar. Namun, belum ada kejelasan apakah ini merupakan anggaran tahunan atau tidak. Sampai saat ini, belum ada rincian lebih lanjut dari Kadis Kehutanan terkait hal ini. Kami akan mempertanyakan langsung ke pemerintah daerah,” pungkas Feninlambir.