“Tuntutan ini sangat penting dan akan kami perjuangkan,” ungkap Jhon dari fraksi Gerindra.
Ambon, suaradamai.com – Puluhan anggota Forum Silaturahmi Basudara Manipa (FSBM) dan Mahasiswa dari Himpunan Mahasiswa Pulau Manipa (HMPM) Maluku menggelar aksi unjuk rasa di kantor DPRD Provinsi Maluku, Karang Panjang (Karpan), Ambon, Senin (13/1/2025) kemarin.
Aksi yang dimulai sekitar pukul 09.30 WIT ini menuntut perhatian serius dari DPRD Maluku dan Pemerintah Provinsi Maluku terhadap akses transportasi laut dan jalan lingkar di Kecamatan Kepulauan Manipa. Hingga kini, persoalan tersebut belum mendapatkan solusi yang memadai.
Para pendemo menyuarakan bahwa Manipa, yang merupakan salah satu daerah kepulauan di Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), hanya dapat dijangkau dengan transportasi laut. Namun, fasilitas transportasi laut yang tersedia sangat minim, memaksa masyarakat untuk menggunakan speedboat milik swasta yang juga digunakan untuk mengangkut barang. Hal ini dinilai membahayakan keselamatan warga.
“Besarnya risiko yang harus dihadapi masyarakat Manipa saat bepergian menggunakan speedboat, seperti kejadian kecelakaan speedboat ‘Dua Nona’ baru-baru ini, menuntut perhatian serius dari pemerintah dan DPRD,” tegas Hasan Pellu, jenderal lapangan aksi.
Koordinator lapangan, Rama Keliangan, dalam orasinya menambahkan bahwa pemerintah harus segera memperbaiki transportasi laut serta infrastruktur jalan di Manipa.
“Kami mendesak agar rute feri melayani Manipa-Ambon-Namlea secara rutin, dengan dermaga yang memadai,” ujar Keliangan. Ia juga menyoroti pentingnya peningkatan status jalan lingkar Manipa menjadi jalan provinsi atau nasional.
Sekitar pukul 11.00 WIT, para pendemo ditemui anggota DPRD Maluku, termasuk La Nyong dan Welem Kurnala. Pertemuan kemudian dilanjutkan di ruang Komisi I DPRD, dengan dihadiri Wakil Ketua I DPRD Fauzan Rahawarin, anggota Komisi III Jhon Leipeny, dan anggota Komisi II Ismail Marasabessy.
Wakil Ketua FSBM, Usman Warang, meminta agar DPRD Maluku, terutama perwakilan dari dapil SBB, lebih memperhatikan kondisi transportasi dan infrastruktur di Manipa. Ia menegaskan bahwa masyarakat Manipa tidak boleh merasa diabaikan.
“Kejadian kecelakaan speedboat di Manipa menjadi bukti nyata perlunya perhatian serius terhadap transportasi laut di daerah kami,” ujar Usman.
Hal senada disampaikan Syarhil Salamena, pengurus FSBM lainnya, yang mendesak peningkatan status jalan lingkar Manipa dari kewenangan kabupaten menjadi kewenangan provinsi.
“Jika statusnya tidak diubah, jalan ini tidak akan pernah diaspal dan terus menjadi penghambat utama bagi masyarakat kami,” tegas Salamena.
Menanggapi tuntutan tersebut, Jhon Leipeny mengapresiasi aksi damai yang dilakukan FSBM dan HMPM. Ia menyatakan bahwa aspirasi masyarakat Manipa akan menjadi catatan penting DPRD untuk dibahas bersama pemerintah provinsi dan bahkan disampaikan ke tingkat kementerian.
“Tuntutan ini sangat penting dan akan kami perjuangkan,” ungkap Jhon dari fraksi Gerindra.
Adapun tiga tuntutan utama yang disampaikan oleh para pendemo adalah:
- Meminta pemerintah dan DPRD Maluku untuk memperhatikan akses transportasi laut ke Kecamatan Kepulauan Manipa, termasuk pengadaan dermaga feri dan optimalisasi pelabuhan laut Manipa.
- Mendesak peningkatan status jalan lingkar Kecamatan Kepulauan Manipa dari status jalan kabupaten menjadi jalan provinsi atau nasional agar pembangunan infrastruktur jalan dapat terealisasi.
- Meminta pemerintah provinsi memberikan perhatian khusus kepada keluarga korban tenggelamnya speedboat di perairan Manipa pada 9 Januari 2025 lalu.
Aksi ini menjadi pengingat bahwa masih banyak wilayah di Maluku yang membutuhkan perhatian dan langkah nyata dari pemerintah untuk meningkatkan konektivitas dan kesejahteraan masyarakatnya.