Untuk menjadikan kelapa sebagai komoditas unggulan, Guru Besar Unpatti Prof. Dr. Nafly Comilo Tiven menyarankan sejumlah langkah strategis.
Ambon, suaradamai.com – Akademisi dari Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon Prof. Dr. Nafly Comilo Tiven, S.Pt., M.P, mendukung program Bupati Kepulauan Aru Timotius Kaidel, dalam mengembangkan industri kelapa di Bumi Jargaria.
Menurut Tiven, langkah Bupati Aru sejalan dengan hasil penelitian Fakultas Pertanian Unpatti pada 2018 yang bekerja sama dengan Bapelibang Aru. Penelitian tersebut menyoroti pemanfaatan lahan kering untuk mendukung pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Kabupaten Kepulauan Aru, menurut Tiven, memiliki sekitar 30 persen lahan kering dari total lahan kering di Provinsi Maluku.
“Tepatnya 582.303 hektare atau 29,38 persen. Jadi kita (Aru) melebihi gabungan dari Maluku Barat Daya, Maluku Tenggara Barat (Kepulauan Tanimbar), Kota Tual, Maluku Tenggara, Buru dan Buru Selatan,” ungkap Tiven kepada suaradamai.com belum lama ini.
Tiven menambahkan, kajian tim peneliti menemukan kelapa sebagai komoditas yang paling sesuai dikembangkan pada lahan kering di Aru. Faktor kesesuaian iklim, efisiensi air, dan ketahanan terhadap musim kemarau menjadi pertimbangan utama.
“Kalau orang bertanya, kenapa harus kelapa? Kelapa itu sangat cocok dengan pertanian lahan kering. Jadi dia (kelapa) sangat cocok dengan kondisi iklim, kemudian kondisi tanah, toleran terhadap lahan kering/musim kemarau panjang, dan lain-lain. Terus dia sangat efisien dengan penggunaan air. Jadi dia tidak perlu irigasi dan sebagainya,” jelas Tiven.
Selain itu, Tifen menambahkan, kelapa juga punya manfaat lain sebagai tanaman pelindung dan peneduh, yang mana dapat melindungi komoditas pertanian lain yang ditanam di bawahnya.
Jembatan menuju kesejahteraan
Menurut Tiven, pengembangan industri kelapa dapat menjadi jalan keluar dari masalah kemiskinan yang dihadapi masyarakat Aru.
“Kemiskinan di Maluku ini sebenarnya bukan kemiskinan pangan, tetapi kemiskinan uang tunai. Karena itu, kelapa ini dari dulu sudah jadi sumber uang tunai. Sedangkan pangan lain seperti umbi-umbian itu menjadi sumber pangan (makanan). Dengan demikian ada uang tunai, ada makanan. Sehingga pengentasan kemiskinan secara berangsur-angsur itu prosesnya bisa terjadi,” ujar Tiven.
Tiven mendukung langkah Bupati Kaidel yang menggagas kembali penanaman kelapa. Kendati demikian, Guru Besar di Unpatti itu mengingatkan agar Pemkab Aru memulai mengelola potensi kelapa yang sudah ada.
Rekomendasi
Untuk menjadikan kelapa sebagai komoditas unggulan, Tiven menyarankan sejumlah langkah strategis.
Pertama, membuat kebijakan yang berpihak pada petani, termasuk regulasi zonasi dan perlindungan tanaman kelapa, serta pengendalian harga. Batas harga tertinggi dan terendah perlu diatur untuk menghindari permainan harga.
Kedua, ia menyarankan pemerintah mulai mendorong investasi untuk mengelola produksi kelapa yang sudah ada. Ia menekankan pentingnya membangun infrastruktur seperti pabrik, pergudangan, dan fasilitas pendukung lain agar kelapa tidak terbuang sia-sia.
“Berdasarkan apa yang kecil ini kita investasi. Mulai panggil investor, dia mulai garap. Kemudian ada fabrikasi. Mulai bikin pabrik dan lain-lain. Pergudangan, supaya kalau harga kelapa turun, digudangkan saja dulu. Kan tidak rusak. Lalu mulai ada orang yang jaga di pergudangan dan sebagainya,” ujar Tiven.
Ketiga, sambil berjalan, pemerintah juga menyiapkan sumber daya manusia melalui pelatihan-pelatihan, benchmarking dan studi banding ke daerah yang sudah maju dalam pengolahan perkebunan kelapa seperti di Sulawesi Utara.
Keempat, Tiven juga menyoroti pentingnya membentuk lembaga khusus untuk mengelola kelapa secara komersial, seperti BUMD, koperasi, atau kelompok tani. Ia mengingatkan agar pengelolaan tidak ditangani langsung oleh pemerintah.
“Jangan lagi misalnya pemerintah yang kelola. Dia (perkebunan kelapa) harus dikelola secara komersial. Ada badan tertentu yang bertugas untuk melakukan urusan bisnis tentang kelapa,” ujar Tiven.
Kelima, membangun industri pengolahan kelapa yang zero waste atau ramah lingkungan. Menurutnya, seluruh bagian dari kelapa bisa dimanfaatkan, mulai dari sabut, tempurung, batang, hingga air dan daging kelapa.
“Misalnya daun dan tangkai jadi kerajinan, sapu. Batang bisa jadi bahan bangunan. Sabut bisa jadi sapu, jok mobil. Tempurung bisa jadi arang briket. Asap pembakaran tempurung bisa jadi asap cair melalui proses destilasi. Asap cair ini dipakai untuk mengawetkan ikan, daging. Kemudian untuk air kelapa dan daging muda bisa jadi VCO, nata de coco. Tapi kalau untuk daging yang tua, otomatis kopra, minyak, mentega. Jadi industrialisasi dari hulu ke hilir,” terang Tiven.
Keenam, hal penting lainnya yang perlu dikerjakan adalah menyiapkan pasar. Banyak contoh yang telah membuktikan hasil panen terbuang percuma karena tidak terserap di pasar. Sebab itu, Tiven mendorong Pemkab Aru agar membentuk jaringan yang pasti untuk pemasaran hasil.
Dorong inisiatif masyarakat
Meski pembangunan infrastruktur penting, Tiven menekankan peran inisiatif masyarakat dalam peremajaan kelapa. Menurutnya, ketika masyarakat melihat ada pasar, investasi, dan pelatihan, maka mereka akan terdorong melakukan penanaman kembali secara sukarela.
“Tanpa bantuan pun mereka bisa melakukan proses penanaman, perawatan, dan lain sebagainya. Coba kita bayangkan kalau investor sudah masuk. Masyarakat sudah mulai lihat pabrik kelapa sudah berdiri. Lalu butuh tenaga kerja dan orang-orang sudah dilatih untuk mengolah kelapa, saya yakin masyarakat dengan sendirinya dia perhatikan kelapanya. Dia melakukan peremajaan,” kata Tiven.
Editor: Labes Remetwa
KOMENTAR TERBARU