Jerit Pedagang di Emper Jalan Kala Pasar Ditancap “Huwear”

Ikuti suaradamai.com dispot_imgspot_imgspot_imgspot_img

“Katong keluar dari sana (Pasar Un Tual), keluar dengan air mata. Katong hidup ibarat balon, ditiup ke sana, ditiup kemari, katong sudah ini. Hari ini katong dudu (berjualan) deng basah-basah,” ujar Jainab Wokanubun berkaca-kaca.


Langgur, suaradamai.com – Ibarat seorang Ibu yang hendak melahirkan, begitu juga dengan Pasar Un di Kota Tual, Maluku. Bedanya, pasar tersebut seperti beranak kekacauan, kekecewaan, dan air mata.

Jainab Wokanubun adalah salah satu pedagang mula-mula di Pasar Un. Sejak 9 bulan yang lalu, ia dan beberapa pedagang lainnya dipindahkan oleh Pemkot setempat dari Pasar Masrum ke Pasar Un.

Selama 9 bulan itu pula, Jainab menjadikan Pasar Un seperti rumah baru baginya. Setiap hari ia di pasar, tinggal dan bermalam di sana. Pulang ke rumahnya pun hanya untuk mandi atau urusan lainnya. Hari-hari, Jainab habiskan sebagai pedagang di pasar.

Setidaknya, Jainab dan rekan-rekannya diharapkan menjadi perintis untuk menumbuhkan pusat ekonomi baru di Kota Tual. Namun naas, kini rumah baru Jainab dipalang. Mereka terpaksa keluar dari pasar.

“Huwear”, tanda larangan adat yang ditancap di pintu masuk Pasar Un, Kota Tual, Maluku, Selasa (5/3/2024). Foto: Labes Remetwa
“Huwear”, tanda larangan adat yang ditancap di pintu masuk Pasar Un, Kota Tual, Maluku, Selasa (5/3/2024). Foto: Labes Remetwa

Tepatnya pada Senin 4 Maret 2024, sekitar pukul 21.00 WIT, sekelompok warga melakukan pemalangan secara adat. Mereka menggunakan “Huwear”, tanda larangan adat berupa anyaman janur kuning yang dipasang di kayu, kemudian ditancapkan di atas tanah.

Huwear adalah salah satu jenis tanda larangan yang bersumber dari pasal 7 hukum adat Larvul Ngabal, yang diwariskan turun temurun oleh masyarakat hukum adat Kei untuk melindungi aset yang merupakan hak miliknya.

Usai pemalangan, Jainab dan pedagang lainnya terpaksa keluar. Nasib mereka kini berada di emperan jalan. Meski belum dapat izin dari pemerintah, mereka nekat berjualan di bahu jalan utama kawasan Pom Bensin Un-BTN.

Para pedagang menganggap lokasi itu sebagai satu-satunya tempat yang cukup layak untuk berjualan. Sebab selain Pasar Un yang sudah dipalang, Pasar Masrum (pasar lama) juga masih dalam proses pembangunan.

“Katong keluar dari sana (Pasar Un), keluar dengan air mata. Katong hidup ibarat balon, ditiup ke sana, ditiup kemari, katong sudah ini. Hari ini katong dudu (berjualan) deng basah-basah,” ujar Jainab Wokanubun yang ditemui usai hujan, Selasa (5/3/2024).

Hal senada disampaikan oleh Madina Renyaan, wanita yang berprofesi sebagai pedagang selama 20 tahun. Ibu dua anak itu hanya meminta satu hal, tempat jualan yang layak.

“Katong pu hidup, susah senang dari pasar ini sudah. Jadi usahakan supaya katong dapat tempat yang layak,” ujar Madina.

Baik Jainab dan Madina tidak peduli dengan siapa atau mengapa Pasar Un dipalang. Mereka hanya ingin berjualan di tempat yang layak.

Editor: Labes Remetwa

Ikuti suaradamai.com dispot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ronald Tethool

Sosok inspiratif yang berhasil memajukan pariwisata Ngurbloat, Kepulauan Kei, Maluku.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -

KOMENTAR TERBARU