Elat, Ibu Kota Kecamatan Kei Besar, bisa dikatakan pusat perekonomian Pulau Kei Besar, sunyi karena warga memilih langsung ke Tual dan Langgur.
Langgur, suaradamai.com – Wakil Ketua II DPRD Kabupaten Maluku Tenggara Yohanis Bosko Rahawarin bersama Cristo Beruat dan Christian Meturan, dalam pengawasan kedua di Kecamatan Kei Besar Utara Barat, mendapati fenomena warga setempat bahkan warga pulau Kei Besar lebih suka ke Ibu Kota Tual dan Malra, yakni Tual dan Langgur.
Menurut Bosko, hal ini setidaknya dipengaruhi oleh dua faktor: biaya transportasi dan harga barang.
“Saya naik ojek dari Elat Ibu Kota Kecamatan Kei Besar ke Uwat Reyaan, itu saya harus mengeluarkan Rp 150 ribu. Ke Ad bisa sampai Rp 200 ribu. Sementara ongkos transportasi speed boat dari ohoi di Kei Besar ke Tual/Langgur, itu antara Rp 50 – Rp 75 ribu,” Bosko membandingkan biaya transportasi yang beda jauh.
“Mereka juga belanja bahan makanan, bahan bangunan, itu semua di Tual dan Maluku Tenggara,” tambah Bosko, saat ditemui di kediamannya, Selasa (28/7/2020).
Atas kondisi tersebut, Elat jadi sunyi dan perekonomiannya lesuh. “Kalo ada kegiatan baru agak ramai. Kalo tidak ada, ya, sepih, begitu-begitu saja,” kata politisi Partai PAN itu. “Mulai dari Wer, sampai ke Wair. Lalu sebagian Kecamatan Kei Besar Utara Timur. Sekitar 60-70 persen masyarakat di Kei Besar semua masuk ke kota (Tual dan Langgur).”
Bosko minta pemerintah harus segera mengatasi persoalan ini. Harus ada intervensi dari pemerintah daerah, katanya. Yang pertama, menurut Bosko, pemerintah harus menyelesaikan infrastruktur jalan dan jembatan. Kedua, pemerintah harus berkomunikasi dengan pengusaha untuk mencari jalan keluar terkait harga barang. “Misalnya harga barang di Elat juga sama dengan di Langgur,” ujar Bosko.
Editor: Labes Remetwa
Menurut Bosko, fenomena ini setidaknya dipengaruhi oleh dua faktor, biaya transportasi dan harga barang.