Berdasarkan catatan VOC – Vereenigde Oostindische Compagnie (atau kongsi dagangan Hindia Timur), pada tahun 1850, teripang di Kepulauan Kei yang diekspor ke China sebanyak 35 ton.
Penulis: Pitjont Tomatala, Dosen Politeknik Perikanan Negeri Tual
Teripang atau mentimun laut (Sea cucumber), merupakan hewan laut yang hidup di perairan Kepulauan Kei. Teripang memiliki nilai gizi yang tinggi dan harga jual yang baik. Harga Internasional berkisar USD200 sampai USD1.000 atau Rp2,8 juta hingga Rp14 juta per kilo gram (kurs Februari 2022). Hal tersebut membuat sehingga teripang banyak ditangkap dan dimanfaatkan, baik sebagai bahan makanan dan bahan baku obat-obatan.
Sejak dahulu, teripang di Kepulauan Kei sudah diekspor ke China. Berdasarkan catatan VOC – Vereenigde Oostindische Compagnie (atau kongsi dagangan Hindia Timur), pada tahun 1850, teripang di Kepulauan Kei yang diekspor ke China sebanyak 35 ton (Setyastuti, 2015). Itu berarti, teripang di Kepulauan Kei sudah terkenal di dunia Internasional sejak abad ke-19. Di China, teripang dikenal dengan nama “Haishen” yang berarti gingseng laut. Sejak dinasti Ming (1368-1644 masehi) teripang telah dikonsumsi di China.
Saat ini, secara Nasional dan Internasional, kondisi populasi teripang juga sudah menjadi perhatian yang serius. International Union for Conservation of Nature (IUCN) memasukkan teripang sebagai satwa yang terancam (endangered). Selain itu, melalui Conference of the Parties ke-18 Convention on International Trade in Endangered Species (COP 18 CITES) 2019 di Jenewa, telah ditetapkan tiga jenis teripang yang harus diatur perlindungan, pelestarian dan pemanfaatannya.
Untuk mengembalikan kejayaan teripang dan membantu Pemerintah melestarikan teripang, sekaligus meningkatkan kesejateraan masyarakat di Kepulauan Kei, maka dibutuhkan kegiatan pembenihan, pembesaran dan sea ranching teripang.
Melalui pembenihan, benih teripang dihasilkan secara kontinyu guna menopang pembesaran (budidaya) intensif dan sea ranching teripang. Kabar baiknya, di Kei, pembenihan teripang sementara diupayakan oleh Kelompok Salterai di Desa Ohoitel, Kota Tual. Kelompok ini mendapat dukungan dari Fuel Terminal Pertamina Tual, Dinas Perikanan Tual, dan Politeknik Perikanan Negeri Tual (Polikant).
Kemudian budidaya pembesaran teripang dilakukan di perairan terlindungi (berteluk dan berselat) dengan metode Pen-culture (kurungan). Pada perairan terbuka, Kelompok Salterai pun saat ini sementara melakukan ujicoba kontruksi wadah budidaya yang dapat dikembangkan pada perairan terbuka. Diharapkan, hasil uji coba kontruksi dapat diterapkan di masyarakat guna meningkatkan produksi teripang.
Selain meningkatkan produksi dengan cara pembesaran di pen-culture, juga dapat dilakukan melalui sea ranching. Secara sederhana sea ranching yaitu pelepasan anakan (benih) ke lingkungan laut tidak tertutup (unenclosed), dibiarkan tumbuh secara alami dan setelah itu ditangkap (diambil) kembali. Sea ranching dapat dikombinasikan dengan “huwear” atau sasi.
Sea ranching pernah dilakukan di Desa Taar, Kota Tual. Pada tahun 2015, Lembaga Penelitian dan Ilmu Pengetahuan (LIPI) Tual melakukan penelitian pembesaran teripang pasir (Holothuria scabra) di Teluk Un. LIPI memelihara sekitar 100 ekor teripang untuk kebutuhan penelitian. Di Akhir tahun 2015, kebutuhan penelitian sudah tercapai dan teripang yang dipelihara dibiarkan hidup di alam. Tidak berselang lama, Pemangku Adat, Tokoh Agama dan Pemerintah Desa Taar melakukan sasi Teluk Un. Pada tahun 2018, aturan SASI dibuka dan teripang dijual dalam bentuk kering di Tual dan Dobo. Hasil penjualan teripang dari Teluk Un sebesar Rp350 juta sampai Rp500 juta.
Metode budidaya sea ranching pun dapat dilakukan di desa-desa lain di Kei. Garis pantai Kabupaten Maluku Tenggara sepanjang 632,15 km dan garis pantai Kota Tual sepanjang 198,6 km, sangat potensial untuk pengembangan teripang. Jika 60% dari garis pantai Malra dan Kota Tual digunakan untuk budidaya dan sea ranching teripang, maka akan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar milyaran rupiah dan membuka lapangan kerja bagi masyarakat.
Upaya mengembalikan kejayaan teripang dan meningkatkan kesejateraan masyarakat Kepulauan Kei mulai menemukan secercah harapan. Kementerian Kelautan dan Perikanan RI di Tahun 2022 akan menetapkan Kampung Budidaya Teripang di Kota Tual. Sinergitas Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan Stakeholdersangat dibutuhkan guna mewujudkan kejayaan teripang dan peningkatan kesejateraan masyarakat Evav yang diawali dari Kota Tual.
*Opini ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis seperti yang tertera, bukan merupakan tanggung jawab redaksi Suaradamai.com
Baca juga:
KOMENTAR TERBARU