Menjadi Garam dalam Kehidupan Bermasyarakat

Ikuti suaradamai.com dispot_imgspot_imgspot_imgspot_img

“Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang Matius 5:13″


Oleh Rosalina Heatubun, mahasiswa Program Studi (Prodi) Pendidikan Bahasa Inggris Universitas PGRI Kanjuruhan Malang

Kata “garam” ditulis dalam bahasa Yunani “halas”. Kata itu memiliki beberapa arti, yaitu pemberi rasa pada makanan, dipakai untuk menggemburkan tanah, sebagai bahan pengawet makanan dari kebusukan.

Tuhan Yesus sendiri dikenal sebagai tokoh yang suka mengajarkan firman Allah dengan menggunakan perumpamaan. Perumpamaan – perumpamaan yang dibuat oleh Yesus atau yang biasa kita kenal dengan ilustrasi Alkitab membantu kita untuk memahami sesuatu dengan analogi yang lebih baik. Ada banyak sekali perumpamaan yang disampaikan oleh Yesus yang menjadi terkenal dan bahkan seringkali kita dengar dan ketahui juga. Salah satu perumpamaan Yesus adalah mengenai garam dunia.Yesus menggunakan garam sebagai metafora kepada umat-Nya, bahwa mereka harus memiliki rasa dan membuat rasa kepada orang-orang dimana mereka berada.Maka Dia menyebut mereka sebagai garam dunia.

Garam memiliki fungsi untuk mengawetkan makanan dan membuat makanan memiliki rasa gurih. Tanpa adanya garam maka masakan akan terasa hambar. Sama seperti garam maka kita memiliki peranan dalam masyarakat untuk turut serta berpartisipasi dalam masyarakat dan ambil peran yang bisa membantu kesulitan yang dihadapi dalam masyarakat. Menjadi garam berarti kita seharusnya memiliki peranan yang berguna, berguna disini bisa diartikan juga bahwa kita bisa melakukan dan memberikan pertolongan bagi mereka-mereka yang membutuhkan.

Bantuan yang kita berikan tidaklah perlu memiliki wujud yang besar. Sebaiknya bantuan yang kita lakukan adalah berasal dari hati kita sendiri, dimana kita ikhlas menjalaninya tanpa ada paksaan dari pihak manapun.

Yang menjadi permasalahan di sini yaitu, sebagai Umat katolik,sudahkah kita menjadi garam yang dapat memeberi rasa bagi sesama kita di kalangan masyarakat ? Dapatkah kita menjadi garam yang berguna yang di inginkan Tuhan Yesus ? di manakah rasa asin itu ?
Sejarah membuktikan bahwa dunia kita terus-menerus menuju pembusukan, bukan keilahian.Karena itulah kita harus menjadi penghambat pembusukan dan pengawet dunia yang hancur ini.

Manusia Garam

Bagaimana caranya, lewat pengaruh karakter Iman katoilik kita. Tabiat kita dapat menghentikan spiral dunia yang menurun dan membantu membendung kemerosotan alami yang terjadi dalam pemberontakan melawan Tuhan.Umat katolik harus memiliki pengaruh moral pada dunia di sekitar mereka, mempengaruhi setiap bagian masyarakat.Jika kita tidak memiliki pengaruh moral terhadap orang-orang di sekitar kita, maka ada sesuatu yang sangat keliru sehubungan dengan moralitas kita.

Umat Katolik yang hidupnya menunjukkan kualitas moral yang baik akan memiliki dampak menjaga masyarakat dari kebusukan moral.Tanpa pengaruh Injil, masyarakat akan menderita kerusakan moral dan menjadi busuk. Umat katolik harus ada di dunia, namun bukan dari dunia. Bagaimana ini bisa terjadi? Perhatikan ikan yang tinggal di laut yang asin, tetapi ikan tersebut, tidak terasa asin.

John Stott mengatakan, “Dan ketika keadaan masyarakat menjadi buruk, kita cenderung angkat tangan dalam ketakutan dan mencela dunia.Tetapi haruskah kita tidak menyalahkan diri kita sendiri? Kita tidak bisa menyalahkan daging tawar karena menjadi busuk. Ketika itu terjadi, maka pertanyaan sebenarnya adalah: “Di mana garamnya? “

Barclay mengatakan “Makanan, tanpa garam, dapat menjadi hambar dan menjijikkan. Maka, umat Katolik harus menjadi pembawa cita rasa ke dalam hidup.Umat katolik itu, yang dengan keberaniannya, harapannya, keceriaannya dan kebaikannya membawa rasa baru ke dalam hidup yang hambar dan busuk ini.Sungguh menakjubkan dengan sejumput garam dapat meningkatkan cita rasa makanan. Semangkuk besar popcorn benar-benar hambar tanpa garam.Katolik adalah hidup seperti garam untuk popcorn tawar !. Umat katolik memberi rasa dan bumbu pada kehidupan.

Di zaman Yesus, garam dalam pikiran banyak orang berhubungan dengan tiga kwalitas khusus. Pertama, Berhubungan dengan kemurnian. Warnanya yang putih sebagai tanda kesucian. Orang Romawi berkata bahwa garam adalah yang paling murni dari segalanya.
Teladan Kemurnian

Jadi, jika umat katolik ingin menjadi garam dunia, dia harus menjadi teladan kemurnian atau kesucian. Dunia dimana kita tinggal cenderung mengalami penurunan standar disegala bidang. Standar kejujuran, standar ketekunan dalam bekerja, standar ketelitian, standar moral, semuanya cenderung menurun.Maka pertama, umat katolik haruslah orang yang menjunjung tinggi standar kemurnian dalam perkataan, tingkah laku, dan bahkan dalam pikiran.

Kedua, Di dunia kuno garam adalah yang paling umum digunakan untuk mengawetkan. Itu digunakan untuk mencegah hal-hal menjadi buruk, dan untuk menahan pembusukan.Jadi garam melindungi dari kerusakan. Jika kita ingin menjadi garam dunia, kita harus meiliki pengaruh antiseptik tertentu terhadap kehidupan. Umat katolik harus menjadi antiseptik pembersih dalam masyarakat di mana pun kita berada; kehadiran kita akan mengalahkan kerusakan dan dengan mudah membantu orang lain untuk menjadi baik.

Ketiga, Kualitas garam yang terbesar dan paling jelas adalah garam memberi rasa pada sesuatu. Makanan tanpa garam adalah hal yang sangat hambar dan bahkan memuakkan. Maka, kita hidup seperti garam untuk makanan. Kita memberi rasa pada kehidupan dunia terlebih khusus di lingkup masyarakat. Yesus melanjutkan dengan mengatakan bahwa, jika garam menjadi hambar, maka itu tidak berguna, lalu akan dibuang dan diinjak oleh orang. Sulit untuk menerangkan ini, karena garam tidak pernah kehilangan rasa asinnya. E. F. F. Bishop dalam bukunya Jesus of Palestine mengutip penjelasan yang sangat mungkin diberikan oleh Miss F. E. Newton.
Di Palestina kompor biasa berada di luar pintu dan dibangun dari batu di atas dasar ubin. Kemudian “untuk menahan panas, lapisan garam yang tebal diletakkan di bawah lantai keramik.Setelah jangka waktu tertentu garam itu musnah. Ubin diangkat, garam dikeluarkan dan dibuang ke jalan di luar pintu kompor…Ia kehilangan kekuatannya untuk memanaskan ubin dan dibuang. ” Itu mungkin gambarannya di sini.

Jadi, ketika garam itu tidak lagi berguna, efeknya tidak lagi bermanfaat, maka dia dibuang. Menjadi sampah bisa jadi. Artinya, jika kita sebagai umat katolik tidak memenuhi tujuannya sebagai seorang Katolik maka kita sedang menuju bencana. Kita dimaksudkan untuk menjadi garam dunia, dan jika kita tidak menghidupkan kesucian hidup, menjadi antiseptik, maka kita menjadi masalah dan tidak berguna.

Manfaat menjadi Garam

Umat katolik adalah garam dunia dan kita harus membuat perbedaan, dengan 6 manfaat garam sebagai berikut:

  1. Garam sebagai bumbu penyedap. Harus ada rasa, wangi, kenikmatan, dan kelezatan tentang kita sebagai umat katolik.Seseorang mengatakan bahwa masalah utama kita hari ini bukanlah karena doktrin kita salah, tetapi pengalaman rohani kita datar.Sehingga hidup kita menjadi hambar, dan tidak memberi rasa bagi orang lain.
  2. Garam untuk mengawetkan. Garam mencegah pembusukan dan menahan kerusakan. Satu orang saleh dalam suatu kelompok akan menahan percakapan jahat.
  3. Garam memurnikan dan membersihkan. Obat kumur terbaik untuk sakit tenggorokan adalah air garam biasa. Kita harus memiliki pengaruh yang memurnikan ke mana pun kita pergi.Jika gereja kita telah memburuk bahkan mulai busuk, lingkungan kita mulai buruk, sering kita berpikir untuk keluar dan meninggalkan tempat itu.Seharusnya tidak demikian. Kita harus berfungsi disana sebagai pembersih dan pemurni disana, melalui kehadiran dan pengaruh kita.
  4. Garam untuk menyembuhkan. Kehidupan diubahkan, jiwa-jiwa diselamatkan, rumah-rumah diselamatkan dari bencana, yang patah hati diperbaiki,Kesedihan mereda, beban terangkat, tubuh dan pikiran yang sakit disembuhkan karena kekuatan antiseptik dan terapi Roh Kudus yang bekerja melalui umat Allah, sebagai garam dunia.
  5. Garam menciptakan rasa haus. Kita harus mengembangkan dalam hati manusia keinginan untuk mengenal Tuhan. Kita harus hidup sedemikian rupa sehingga orang lain menginginkan kedamaian dan kegembiraan yang mereka lihat dalam diri kita. Apakah ada orang yang ingin menjadi umat katolik seperti kita? Argumen terbaik untuk kita adalah umat katolik itu sendiri.
  6. Garam mengiritasi. Ketika garam kebenaran Tuhan dioleskan ke dunia yang sakit ini, jiwa-jiwa yang sakit bisa menjadi bijaksana. Saat lampu dinyalakan, beberapa orang akan meringis. Iblis membenci Injil dan melawan. Kita bukan gula dunia ‑ juga bukan cuka dunia‑ tapi kita adalah garam dan kehadiran kita tidak akan selalu disambut oleh generasi yang penuh luka, memar dan luka yang membusuk ini. Karena itu, Kita perlu terjun ke bisnis garam dan kita harus mulai dengan beberapa. Karena inilah program kerja Tuhan untuk kita.Kedengarannya memang kuno, tapi garam itu kuno, dosa itu juga kuno, begitu juga Injil, semua ini barang kuno, sudah ribuan tahun lalu. Selama ini, kita telah membawa selera dengan rasa mewah, kenikmatan pedas, dan resep pintar yang kita pinjam dari dunia.Terlalu banyak pencicip makanan mimbar dan penggemar makanan dan minuman teologis dengan menu-menu dari Hollywood yang mencoba untuk menyenangkan nafsu makan manusia yang memuakkan.Maka sekarang, Kita membutuhkan garam kuno ini, dan jika kita tidak mulai memproduksinya lebih banyak di gereja,dan di tengah masyarakat kita saat ini, kita tidak akan berguna selain dibuang dan diinjak-injak di bawah kaki manusia.

Albert George Butzer berkata “Beberapa orang Kristen tidak hanya seperti garam yang telah kehilangan rasanya, tetapi seperti lada yang telah kehilangan semangatnya.” Tanpa iman yang hidup dalam Kristus sebagai Juruselamat pribadi tidak mungkin membuat pengaruh kita dirasakan dalam dunia yang skeptis.

Kita tidak dapat memberikan kepada orang lain apa yang kita sendiri tidak miliki. Itu selaras dengan kesetiaan dan pengabdian kita kepada Kristus sehingga kita menggunakan pengaruh untuk memberkati dan mengangkat umat manusia.

Jika tidak ada pelayanan yang sungguh-sungguh, tidak ada kasih sejati, tidak ada kenyataan pengalaman, tidak ada kuasa untuk menolong, tidak ada hubungan dengan surga, tidak ada khasiat Kristus dalam kehidupan. Kecuali Roh Kudus dapat menggunakan kita sebagai wakil-wakil yang menyampaikan kebenaran seperti yang terdapat dalam Yesus, kita bagaikan garam yang telah tawar dan sama sekali tidak berguna. (Kotbah diatas bukit,) Sebagai umat katolik kita bisa berfungsi menjadi garam,karena sesungguhnya potensi garam yang merupakan refleksi kehidupan dari kristus.Amin

Kesimpulan
Dalam peran orang percaya menerapkan Matius 5:13 tentang Garam ditengah kehidupan, kedua umat khatolik harus berfungsi seperti garam, dan yang ketiga umat khatolik harus memuliakan Tuhan dalam hidup dengan mengaplikasikan bagi semua orang yang percaya pada peran umat Allah sebagai garam dunia yang berdampak dimanapun kita berada dan kapanpun karena apa yang dilakukan dalam hidup harus mempermuliakan Tuhan.

*Opini ini merupakan tanggungjawab penulis seperti tertera. Bukan menjadi bagian dari tanggungjawab redaksi Suaradamai.com.

Ikuti suaradamai.com dispot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ronald Tethool

Sosok inspiratif yang berhasil memajukan pariwisata Ngurbloat, Kepulauan Kei, Maluku.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -

KOMENTAR TERBARU