“Mungkin karena pemukiman kami berada di tengah hutan, sehingga luput dari pandangan para pejabat daerah ini,” ujar salah satu warga Ngayub dengan canda.
Langgur, suaradamai.com – Desa Ngayub dan Desa Ohoiluk adalah dua desa yang berada di Kecamatan Manyeuw, Paroki Gelanit, atau Dapil I Maluku Tenggara. Jarak Kota Langgur dan dua desa ini, tidak begitu jauh, hanya butuh waktu 5 – 10 menit. Walau begitu, kedua desa ini boleh dibilang “ketinggalan” dalam berbagai aspek.
“Mungkin karena pemukiman kami berada di tengah hutan, sehingga luput dari pandangan para pejabat daerah ini,” ujar salah satu warga Ngayub dengan canda.
Diakui, akses jalan masuk desa Ngayub kondisinya memprihatinkan, rusak parah. Warga setempat menyebutnya ”Proyek buangan”.
“Jadi proyek jalan ini sebenarnya proyek sisa dari tempat lain. Mereka karena kasihan kami, jadi buang sisanya ke sini, hasilnya juga buangan,” kesalnya.
Bukan hanya jalan masuk desa, tetapi jalan konektivitas desa Ngayub dan Ohoiluk hingga kini diabaikan begitu saja. Dalam satu pertemuan Musrenbang Kecamatan Manyeuw di Ohomel Resort, Mantan Sekdes Ngayub pernah berujar,
“Jalan alternatif Ngayub – Ohoiluk setiap tahun diusulkan sebagai program andalan dalam Musrenbangdes, Musrenbangcam, dan Musrenbang kabupaten, juga pada berbagai kunjungan reses anggota DPRD, namun tidak pernah diakomodir. Maklumlah, jalan itu dibuat oleh jepang. Jadi kami tunggu sampai Jepang jajah Indonesia lagi, baru jalan itu mungkin bisa diperbaiki”.
Jalan tersebut sebenarnya menjadi jalan alternatif penting bila ada kegiatan paroki, seperti siarah, jalan salib, atau relli rosario umat katolik. Warga Ngayub juga mengandalkan jalan jepang tersebut untuk memudahkan akses pelayanan kesehatan ke Puskesmas Debut. Walaupun desa Ngayub hanya beberapa jengkal dari Puskesmas Kolser, namun untuk segala urusan adminstrasi kesehatan, Ohoi Ngayub masih taat pada Puskesmas Debut.
Bukan hanya masalah itu, akses air bersih juga belum terpenuhi, Warga Ngayub dan Ohoiluk masih bergantung pada air hujan. Bila berkelebihan, mereka akan membeli ke mobil air keliling. Dalam setahun mereka akan menghabiskan 10 sampai 15 juta rupiah.
“Desa tetangga semua sudah punya akses air bersih, kami masih seperti yang dulu,” ungkapnya.
Padahal, beberapa tahun lalu pernah dibangun bak penampung air terbesar di Desa Ohoiluk, namun telah ditinggal mati oleh kontraktor. Pipa besar terkubur sunyi, sedangkan bangunan itu hanyalah prasasti. Apa yang anda pikirkan? tanya Facebook, jangan tanya pada rumput yang bergoyang, apalagi bertanya pada paman google, google tidak akan menjawab, karena tidak ada akses internet di sana.
Jika bepergian ke ohoiluk jam 9 malam hingga jam 3 subuh, jangan kaget di sudut kampung yang gelap itu, ada sekelompok pemuda berkumpul. Bukan untuk memalak, tetapi mereka sedang berjuang mencari signal internet.
Ironisnya seluruh daratan kei Keil dan sebagian daratan Kei Besar sudah mendapat akses internet.
“Katong hanya liat kabel wifi lewat ke Debut, mau pasang sedangkan jaringan saja seng ada,” ucap mereka.
Syukurlah, beberapa waktu lalu, kadis Kominfo dan jajaran telah meninjau lokasi di Ohoiluk. Setidaknya ada harapan untuk warga setempat bisa memproleh akses internet yang lebih baik.
Editor: Petter Letsoin
Baca juga: