Permintaan Bupati Hanubun Saat Rakernas APAKSI 2022

Langgur, Suaradamai.com – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian membuka secara resmi kegiatan Rapat Kerja Nasional APKASI tahun 2022 di Bogor, Sabtu (18/06/2022).

Rakernas yang merupakan kolaborasi pemerintah pusat dan daerah tersebut dihadiri pula oleh sejumlah Menteri Kabinet Kerja Indonesia serta Bupati se-Indonesia.

Bupati Maluku Tenggara (Malra) M. Thaher Hanubun yang juga hadir pada kesempatan itu meminta kepada Pemerintah Pusat, agar putera-puteri daerah dapat diberi ruang dan kesempatan melalui kebijakan sehingga dapat berperan aktif dalam pembangunan.

Melalui siaran persnya yang diterima Senin (20/6/2022), Bupati Hanubun menjelaskan, perlu adanya kebijakan afirmasi, dimana tenaga honorer baik tenaga pengajar dan kesehatan yang bertugas di wilayah perbatasan, terpencil, hendaknya tidak diberhentikan sebagai honorer dan bila diperlukan diangkat langsung menjadi ASN.

“Kebijakan ini sekaligus sebagai wujud dan komitmen Pemerintah untuk mendorong percepatan pembangunan di wilayah perbatasan seperti di Malra,” tandasnya.

Pada kesempatan itu pula Bupati Hanubun meminta agar kebijakan berupa kewajiban mengabdi di Kabupaten/Kota khususnya pada wilayah perbatasan (terluar dan tertinggal) yakni tidak mengajukan pindah keluar, yang awalnya minimal 10 tahun agar direview kembali menjadi 20 tahun.

Selain itu, alokasi CPNS tertentu baik bidang pendidikan, kesehatan dan strategis lainnya, hendaknya dapat diisi oleh lulusan perguruan tinggi lokal dan tidak dibuka pelamarannya bagi pelamar dari luar daerah.

Hanubun mengungkapkan, pihaknya sangat mengapresiasi kebijakan Pempus untuk menyelesaikan tenaga honorer yang telah bekerja di instansi Pemerintah sejak diberlakukannya PP 48 tahun 2005 tentang pengangkatan tenaga honorer sebagai PNS, dan pasca pemberlakuan UU nomor 5 tahun 2014 tentang ASN telah ditetapkan PP 49 tahun 2018 tentang manajemen PPPK yang diundangkan tanggal 28 November 2018.

Meskipun demikian, kebijakan tersebut banyak menimbulkan reaksi yang berbeda, dimana hampir sebagian besar menganggap kebijakan ini menimbulkan dampak atau efek yang luas.

Munculnya reaksi dimaksud karena kebijakan yang dikeluarkan saat kondisi ekonomi yang belum pulih akibat pandemi COVID 19, dimana sektor-sektor yang dianggap memiliki kontribusi terhadap penciptaan lapangan kerja baru mengalami tekanan.

Muncul pula keresahan di kalangan honorer terkait dengan kejelasan nasib mereka, karena penyelesaian tenaga honorer pasca pengelompokan honorer daerah menjadi Honorer Kategori I (K1) dan Honorer Kategori II (K2), sampai dengan saat tidak terselesaikan.

“Mereka telah bekerja secara terus-menerus guna peningkatan pelayanan pendidikan, kesehatan dan bidang strategis lainnya, terutama di sebagian wilayah perbatasan dan wilayah terpencil, yang sama sekali tidak diminati oleh ASN pada umumnya,” kata Hanubun.

Hanubun menambahkan, mengingat jumlah PNS yang tersedia saat ini belum memadai atau mencukupi baik dalam aspek jumlah dan kualitasnya, serta banyaknya ASN yang pensiun, maka terwujudnya pelayanan publik yang optimal sulit dicapai.

Untuk itu, kebijakan pengangkatan tenaga honorer di daerah sangat diperlukan guna mengakomodasi tingginya lulusan perguruan tinggi yang setiap tahunnya terus meningkat.

“Review atau revisi ketentuan pasal 99 ayat (1) PP 49 tahun 2018 tentang manajemen PPPK, dimana perlu diberikan waktu yang cukup untuk penyesuaian kebijakan pemberhentian tenaga honorer,” pungkasnya.


Baca juga:

TINGGALKAN KOMENTAR

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -

KOMENTAR TERBARU