AMBON- Lahan yang diduga memicu konflik itu diduga merupakan lahan seluas 31 hektare senilai Rp49 miliar di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Haulussy Ambon, Rabu (01-07-2020).
Kepala biro hukum pemerintah provinsi Maluku Alwiyah Alidrus mengatakan pemerintah provinsi (Pemprov) Maluku pada tahun 2019 baru membayar sekitar Rp10 miliar dan di tahun 2020 sebanyak Rp3 miliar, Polisi menyebut penyerangan kelompok John Kei terhadap Nus Kei dilatarbelakangi persoalan bagi hasil penjualan lahan di Ambon.
“Sehingga total ganti rugi lahan yang dibayar kepada ahli waris sebesar Rp13 miliar dari total keseluruhan biaya sebesar Rp49,97 miliar,”kata Alwiyah dalam rapat komisi I DPRD Maluku.
Pemerintah Provinsi Maluku tak menyebutkan bahwa lahan itu ada sangkut pautnya dengan John Kei atau Nus Kei. Namun, berdasarkan informasi yang dihimpun, lahan itulah yang menjadi sumber permasalahan John dan Nus. Tak ada yang menjelaskan secara rinci hubungan sengketa lahan itu dengan kelompok John dan Nus Kei. Dua kelompok, John dan Nus juga bukan pemilik lahan atau ahli waris tanah tersebut. Lahan tersebut tercatat milik keluarga dan ahli waris Yohanes Tisera.
Alwiyah mengatakan, Pemprov Maluku belum menyanggupi membayar keseluruhan biaya ganti rugi lahan yang diperuntukan untuk pembangunan asrama putra dan putri dan asrama tenaga doker Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Haulussy Ambon.
Kata dia, pemerintah Maluku baru akan melunasi utang ganti rugi terhadap ahli waris Yohanes Tisera pada 2021 atau seusai pandemi virus corona (Covid-19) di Maluku.
Anggaran daerah masih diperuntukan untuk penanganan corona di Maluku sehingga pembiayaan ganti rugi lahan masih tertunda, Kami berharap ahli waris bersabar sampai menunggu corona berakhir karena saya gak tahu corona berakhir kapan, pastinya di tahun 2021 pemda bisa diselesaikan utangnya,” tuturnya.
Berdasarkan putusan pengadilan negeri (PN) Ambon, pemerintah provinsi harus mengganti hak atas tanah dan hak ganti rugi terhadap ahli waris Yohanis Tisera sebesar Rp69 miliar. Namun, kata Alwiyah pemerintah Maluku bernegosiasi dengan ahli waris dan hanya bisa menyanggupi membayar sebesar Rp49,97 miliar yang tertuang dalam akta notaris Kristianti Numahuri tertanggal 19 Januari 2019.
“Kepala seksi Infrastruktur Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Ambon Josep mengatakan tanah puluhan ribu meter persegi yang diperuntukkan untuk pembangunan asrama Putra dan Putri dan asrama tenaga dokter Rumah Sakit Haulussy (RSUD) Ambon belum bersertifikat, “Proses ganti rugi bertahap, tahap pertama sebesar Rp10 M di tahun 2019, dan tahap kedua Rp3 M tahun 2020. Sisanya Rp36,97 M di tahun 2021.
Sampai saat ini lokasi di sana belum bersertifikat, soal sengketa lahan di sana kita belum dapat gambaran soalnya data-data pembuatan sertifikat belum ada di BPN,”kata dia dalam rapat komisi I DPRD Maluku. Menurutnya setiap peserta yang ingin mengajukan pendaftaran bikin sertifikat tanah disertai dengan alat-alat bukti resmi dan memenuhi persyaratan,” katanya.
Mengaku BPN pernah melakukan pengukuran keseluruhan lahan RSUD Haulussy Ambon seluas sekitar 43.466 meter persegi atau 43,46 hektar, ia merinci lahan tersebut untuk Bapelkes seluas 355.57 meter persegi, jalan raya 1.97 meter persegi, rumah Bank 721 meter persegi, sekolah SPK 7.39 meter persegi, kamar mayat lama 392 meter persegi. Bak air lama 574 meter persegi, rumah dinas dokter 1.342 meter persegi, tanah hibah 12 ribu meter persegi, dan RSUD Haulussy 15.645 meter persegi atau 1,56 hektar.
“Luasan tanah di sana 43.644 meter persegi dan sampai saat ini tanah di sana belum bersertifika, seorang ahli waris Yohanes Tisela membenarkan pemerintah provinsi Maluku telah membayar lahan sengketa senilai Rp13 miliar,” kata josep.
Lahan yang ditempati asrama tenaga doker dan asrama putra dan putri RSUD Ambon sempat berproses di Pengadilan Negeri (PN) Ambon hingga ke Mahkamah Agung (MA) selama 12 tahun. Pihak-pihak yang sempat bersengketa antara lain pemerintah provinsi Maluku, keluarga Yakobus Abner Alfons, Yosepus Nikodemus Waas dan pemerintah negeri Amahusu. Namun, akhirnya pengadilan negeri (PN) Ambon dan Mahkamah Agung (MA) memutuskan lahan tersebut milik ahli waris Yohanes Tisera dan berkekuatan hukum tetap (Inkracht).
Wakil ketua komisi I DPRD Maluku Jantje Wenno mengatakan komisi yang membidangi pemerintahan, hukum dan pertahanan berhak memanggil pihak-pihak yang bersengketa terkait perluasan lahan pembangunan perumahan dokter dan asrama putra dan putri RSUD Haulussy Ambon. Pihak ahli waris Yohanes Tisela mematok harga lahan tersebut mencapai Rp65 miliar. Namun kata Wenno setelah negosiasi antara pemda melalui tim dan pihak ahli waris pemda Maluku bisa menyanggupi Rp49,97 miliar.
Sebelum membayar, pemerintah Maluku meminta pendapat pengadilan negeri (PN) Ambon terhadap putusan kasasi yang berkekuatan hukum tetap. Setelah putusan tersebut pemerintah Maluku membuat perjanjian melalui akta notaris untuk proses pembayaran ganti rugi lahan sebesar Rp49,97 miliar. Setiap tahun anggaran, pemda cicil dan baru membayar sebesar Rp13 miliar, dan masih tersisa sebesar Rp36,97,” tuturnya. (Chintia Samangun)