Pengendalian pemerintah terhadap pelaku perjalanan belum sepenuhnya menjamin pencegahan Covid-19 di Kei.
Tiga kasus pasien dalam pengawasan (PDP) di Kota Tual dan satu kasus PDP di Kabupaten Maluku Tenggara diakibatkan karena ada kontak fisik dengan pelaku perjalanan.
Pelaku perjalanan ini lolos dari pantauan pemerintah dan tim gugus kedua daerah, Tual maupun Malra. Padahal pengawasan di Pelabuhan Yos Sudarso Tual dan Bandara Karel Sadsuitubun Langgur selama ini sudah dilakukan secara ketat.
Penularan dapat terjadi karena mungkin saja pelaku perjalanan tersebut merupakan orang tanpa gejala (OTG). Menurut Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disease (Covid-19) yang dikeluarkan oleh Kemenkes, OTG adalah seseorang yang tidak bergejala tapi berisiko telah tertular virus corona dari pasien Covid-19.
Melansir kompas.com, juru bicara pemerintah untuk penanganan virus corona Achmad Yurianto mengatakan, 70 persen individu yang positif tertular Covid-19 tidak merasakan gejala gangguan kesehatan.
“Hati-hati, sekarang gambaran yang terbanyak hampir sekitar di atas 60 persen atau ada yang mengatakan sampai 70 persen penderita positif Covid-19 ini tanpa gejala, atau kita sudah mengenal dengan sebutan OTG yakni orang tanpa gangguan,” ujar Yuri dalam konferensi pers di Graha BNPB, Senin (6/4/2020).
Sementara itu, selama ini Pemkot Tual dan Pemkab Malra masih memberi ruang kepada pelaku perjalanan untuk melakukan karantina mandiri di rumahnya masing-masing.
Protokol penanganan pelaku perjalanan belum tegas. Contohnya di Malra. Pemkab Malra bertindak tegas terhadap pelaku perjalanan yang ada di kecamatan dan ohoi dengan langsung turun mendesak pemerintah kecamatan dan ohoi untuk menyiapkan tempat karantina khusus, namun di area perkotaan tidak dikendalikan secara serius.
Kondisi ini tersirat dalam penyampaian juru bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Malra dr. Ketty Notanubun. “Kalau di area kota itu sedikit individual,” katanya.
Jumlah pelaku perjalanan yang masuk di Kei semakin bertambah setiap saat.
Gelombang pelaku perjalanan – sejak tim gugus dua daerah dibentuk – yang menggunakan Kapal Motor (KM) Nggapulu pada (31/3/2020) asal Malra berjumlah 458 orang sedangkan Kota Tual 563 orang.
Sementara di Bandara Karel Sadsuitubun Langgur, terhitung sampai saat ini jumlah pelaku perjalanan yang datang setiap hari lebih dari 50 orang. Dengan demikian – hitungan kasar – jumlah pelaku perjalanan sejak Tim Gugus Tugas dibentuk pada (17/3/2020) sampai (6/4/2020) telah mencapai kurang lebih 1.050 orang.
Belum ada data lain terkait jumlah pelaku perjalanan yang menggunakan KM. Leuser, KM. Tidar, dan KM. Sabuk Nusantara.
Namun Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Tual Moksen Ohoiyuf saat dihubungi melalui sambungan telepon, Selasa malam (7/4/2020), mengatakan bahwa jumlah pelaku perjalanan yang masuk Kota Tual sejak tim gugus dibentuk berkisar seribu orang.
Untuk diketahui, KM. Leuser akan masuk di Pelabuhan Yos Sudarso Kota Tual pada Kamis, (9/4/2020), diikuti KM. Nggapulu Selasa (14/4/2020).
Sudah waktunya karantina terkendali dan terstruktur
Berdasarkan uraian di atas, maka “sudah waktunya pemerintah menerapkan karantina terkendali dan terstruktur untuk mencegah Covid-19 di Kei.”
Karantina terkendali terstruktur yang dimaksudkan adalah penampungan pelaku perjalanan di tempat tertentu di kabupaten/kota sampai ke tingkat desa/ohoi, dan dikendalikan oleh pemerintah secara terstruktur. Pada karantina jenis ini, setiap pelaku perjalanan baik yang turun di Pelabuhan maupun Bandara setelah diperiksa, wajib – tanpa terkecuali – dimobilisasi ke tempat karantina yang disediakan oleh pemerintah daerah, kecamatan, maupun ohoi/desa untuk menjalani masa karantina selama 14 hari.
Selain itu, karantina jenis ini juga memudahkan pengawasan karena lokasi karantina tersebar di desa/ohoi, kecamatan, dan perkotaan.
Pemkot Tual dan Pemkab Malra bersama tim gugus kedua daerah memang telah menyiapkan tempat karantina di daerah maupun di desa/ohoi untuk menampung pelaku perjalanan. Namun masih memberikan ruang kepada pelaku perjalanan melakukan karantina mandiri di rumah.
Karantina mandiri di rumah belum tentu menjamin physical distancing. Selain itu, turut memberatkan beban kerja tim dalam melakukan pengawasan.
Apabila semua pelaku perjalanan ditampung dalam tempat karantina yang disediakan oleh pemda, kecamatan, dan ohoi/desa – bukan karantina mandiri di rumah pribadi – akan menjamin physical distancing dan tentu memudahkan pengawasan.
Ada kemungkinan penerapan kebijakan karantina terkendali terstruktur ditolak oleh sebagian orang. Terutama di wilayah perkotaan. Namun pemerintah harus bertindak tegas – tanpa toleransi – untuk benar-benar melindungi Kei dari pesebaran virus corona.
Kita dapat belajar dari kasus empat PDP di Kota Tual dan Malra, serta nenek 74 tahun di Ambon yang sudah positif corona (uji PCR) karena melakukan perjalanan menggunakan pesawat. Selain itu, satu pasutri dan anaknya juga sudah dinyatakan positif (uji TDR), mereka adalah pelaku perjalanan dari Makassar.
Oleh karena itu, semua pihak harus terlibat dalam memberikan edukasi kepada masyarakat untuk menerima kebijakan pemerintah melakukan karantina terkendali terstruktur dan kebijakan lainnya dalam rangka pencegahan Covid-19 di Kei.
Terhadap pemerintah sendiri, sudah saatnya untuk bersikap tegas – tanpa kompromi – menerapkan karantina terkendali terstruktur.
Konsekuensi dari penerapan karantina jenis ini adalah ketersediaan anggaran yang cukup dan fasilitas yang memadai. Namun untuk saat ini masih ada kekuatan.
Pemkab Malra memiliki anggaran tak terduga dari APBD sebesar Rp 2,7 miliar. Selain itu pemerintah pusat juga telah memberikan ruang kepada pemerintah daerah untuk melakukan pergeseran anggaran daerah, maka untuk beberapa waktu penerapan karantina terkendali terstruktur dapat dibiayai. Apalagi DPRD Malra sesuai rapat koordinasi pada 30 Maret 2020 lalu bersedia membahas anggaran, bahkan mereka juga akan membantu pemda dan tim gugus melalui Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Sekretariat DPRD.
Sedangkan di Kota Tual, Juru Bicara Gugus Tugas Moksen Ohoiyuf mengatakan bahwa ada kemungkinan penambahan tempat karantina terpusat. Pada Minggu (5/4/2020), Wali Kota bersama rombongan meninjau lokasi karantina di SD Fiditan, SMP Dullah, dan SD Ngadi.
“Ada masukan dari pengurus Pesantren Terpadu Al Ikhlas Tual yang berlokasi di Tamedan, Pak Haji Fahry, bahwa di sana siap menjadi tempat penampungan,” kata Ohoiyuf kepada media ini, Senin (6/4/2020).
Tim Red