Tragedi Seorang Pemburu di Gua Hawang

Ikuti suaradamai.com dispot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Diceritakan kembali oleh Rudi Fofid 


Matahari bertengger di atas Pulau Nuhuroa. Cahayanya menerpa jejeran pohon bakau di sepanjang Hoat Sorbay. Angin laut nan sejuk tak sanggup mengurangi rasa gerah di tubuh kekar Ko Bran. Dengan jemari tangan, dia menyeka keringat yang mengucur di dahinya.

Ko Bran berdiri di samping rumah rumbia. Dia menatap hutan di sekitar Ohoi Letvuan. Dia pun menerawang menembus pepohonan. Di bawah pepohonan itu, terbayang sekawanan babi yang sedang memakan buah kenari.

“Saya harus ke sana,” ujar Ko Bran dalam hati, sambil melangkah masuk ke dalam rumahnya.

Ko Bran mengambil parang dalam sarung lalu diikat di pinggang. Sebilah tombak yang bersandar di dinding diambilnya.  Dia pun melangkah ke hutan sebelah barat.

“Ooooo!  Ooooo!” Teriak Ko Bran.

Mendengar teriakan itu, serempak Yahau Metan dan Yahau Vul melompat dari balik semak.   Sambil mengibas ekor, dua anjing pemburu itu langsung mengikuti langkah kaki Ko Bran.

Dengan langkah panjang, Ko Bran menyusuri jalan setapak berbatu.  Dia tidak pedulikan karang-karang tajam di sepanjang jalan. Kaki telanjangnya sudah tebal dan tidak merasa perih.  

Ketika tiba di dekat jejeran pohon kenari, Ko Bran memperlambat langkah. Dia berusaha tidak menghasilkan bunyi apapun. Lebih-lebih, Yahau Metan dan Yahau Vul sama-sama berlari ke depan.    

Di bawah pohon-pohon kenari, Ko Bran menemukan jejak-jejak babi. Ia melihat kedua anjing mengendus jejak itu. Dia pun turun ke tanah, mencium jejak itu.  

“Masih segar. Mereka belum jauh dari sini!” Pikir Ko Bran.

“Ceh! Ceh! Ceh!” Ko Bran memberi isyarat kepada kedua anjing agar bergerak mengikutinya.  

Mendengar komando itu, Yahau Metan melompat mendahului Ko Bran. Yahau Vul tidak kalah gesit.  Dia berlari  jauh ke depan.

“Guk, guk, guk” 

Suara Yahau Metan dan Yahau Vul meledak. Suara itu makin garang dan cepat. Ko Bran berlari menuju suara kedua anjing. Suara kejar-kejaran pun terdengar.   

Ko Bran terkejut ketika dari balik semak, seekor babi muncul dengan panik. Saking terkejut, dia tidak sempat menarik tombak. Yahau Vul muncul, disusul Yahau Metan. Keduanya berlari mengikuti arah perginya babi.  Ko Bran pun ikut berlari.

Tiba di hamparan batu-batuan, babi itu bagai terjebak. Dia tidak bisa melanjutkan lari sebab ada tepian batu yang cukup tinggi. Dia tidak yakin bisa meloncat ke bawah.   

Ko Bran melihat babi itu berdiri dan mencari jalan turun. Dia tidak bisa mundur sebab Yahau Metan dan Yahau Vul sudah menghadang.

Ko Bran membidik. Dia siap melempar tombak tetapi terhalang Yahau Vul di hadapan babi yang kian panik.  Begitu Yahau Vul semakin mendekat, babi itu nekat melompat turun dari puncak batu.  Babi mendarat di hamparan batu yang lebih rendah.   

Babi itu terguling lalu jatuh lagi ke hamparan berikut yang lebih rendah lagi. Dia beruntung sebab ada terowongan sempit menurun yang bisa dia tapaki demi menghindari kejaran.  

Ko Bran dan kedua anjing berlari memutar sampai akhirnya bisa menemukan jalan yang ditempuh sang babi. Ternyata babi sudah tiba di jalan buntu. Dia hanya berdiri di mulut gua. Tiga musuhnya kian mendekat dan berdiri menghalangi satu-satunya jalan keluar.

Ko Bran tersenyum melihat babi itu berdiri di mulut gua. Maju salah, mundur salah.

“Mau lari ke mana, woe!” Ujar Ko Bran sambil menyiapkan tombak.  

Kedua anjing kian dekat dan siap menggigit tubuh mangsanya. Ko Bran pun membiarkan saja kedua jagoannya beraksi. 

Tiba-tiba babi itu melompat ke lantai gua yang dipenuhi air bening. Kedua anjing hanya menyaksikan sambil menyalak. Ko Bran maju sambil terus tersenyum. Dia yakin babi itu hanya berenang-renang, berputar-putar di situ karena tidak ada jalan keluar.

Kini Ko Bran berdiri di mulut gua. Matanya mencari ke mana babi itu berenang. Di kiri dan kanan tidak ada. Diapun masuk ke dalam air, berjalan menyusuri sudut dalam gua pun, tetapi tidak ada tanda-tanda apapun.

“Kau sembunyi di mana, babi? Kau tidak mungkin bisa keluar dari sini,” teriak Ko Bran.

Setelah menunggu beberapa lama, Ko Bran tidak mendengar suara apapun. Tidak ada kecipak air.  Hanya keheningan yang menyelimuti gua itu.

Ko Bran kecewa. Buruan sudah di depan mata, tetapi hilang begitu saja. Dalam penyesalan, tubuhnya terasa letih. Dia pun merasa dahaga. Beruntung, air di gua itu sangat bening dan sejuk.

Dengan kedua belah tangan yang disatukan, Ko Bran mengambil air lalu meminumnya. Ko Bran terperanjat. Di balik sejuk dan bening air, ternyata rasa air sungguh pahit. Padahal dia sudah menelannya. Rasa pahit itu menjalar sampai di seluruh indra perasa.

“Wear sesian e.  U ksi bas o!” Ko Bran memaki-maki.  

Karena rasa pahit masih terus menjalar, dia pun terus memaki-maki dengan teriak-teriak. Suaranya menggema di dalam gua. Kedua anjing menyalak bagai ketakutan.

Ko Bran heran melihat tingkah kedua anjing yang terus menyalak sambil menyembunyikan ekor ke pangkal paha. Air gua yang tadinya tenang, tiba-tiba bergelombang dan mengeluarkan uap seperti mendidih. Gua yang tadinya terang diterpa sinar matahari, berubah gelap seakan senja sudah turun.  

Ko Bran mendengar suara menggelagar di dinding gua. Kedua anjing ketakutan. Yahau Metan melompat ke dalam air, disusul Yahau Vul.

“Akulah penunggu gua ini. Siapa bikin kotor gua ini dengan maki-maki, aku kutuk menjadi batu abadi,” begitulah suara yang terdengar menggema.

Ko Bran menyadari kesalahannya. Dia ingin minta maaf, tetapi mulutnya terkunci. Bibirnya membeku, bahkan membatu. Ia hendak mengangkat tangan meraba bibirnya, tetapi tangannya tidak bisa bergerak.  

Mata Ko Bran menatap sekujur tubuhnya yang mulai membatu. Begitu juga tombaknya dan kedua anjing.

“Mulutku kotor.  Kata-kataku kotor. Oh..” Pikiran Ko Bran juga tidak bisa berlanjut. Otak di dalam batok kepalanya pun akhirnya membatu.

Air gua itu kembali tenang, sejuk dan bening. Tidak ada lagi rasa pahit. Orang-orang Letvuan yang datang ke situ, terkejut melihat Ko Bran dan kedua anjing sudah membatu. Mereka yakin, Ko Bran sudah melakukan kesalahan di situ.  Gua itu kemudian disebut Lian Hawang, tempat tinggal roh penjaga gua.  

(Kisah ini disadur dari Cerita Rakyat di Ohoi Letvuan, Maluku Tenggara. Dibacakan pertama kali di hadapan peserta Pelatihan Penulisan Cerita Rakyat di Ohoi Letvuan, 8 September 2024. Pelatihan diinisiasi oleh Komunitas Gerakan Kei Cerdas)


Ikuti suaradamai.com dispot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ronald Tethool

Sosok inspiratif yang berhasil memajukan pariwisata Ngurbloat, Kepulauan Kei, Maluku.

- Advertisment -

KOMENTAR TERBARU