
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Aru dr. Wati Gunawan, mengakui bahwa hampir semua pelaporan kini dilakukan secara online dan tidak lagi dalam bentuk manual.
Bintuni, suaradamai.com – Di tengah upaya digitalisasi layanan kesehatan, tenaga medis di Kabupaten Kepulauan Aru menghadapi tantangan serius: buruknya jaringan internet di desa-desa.
Akibatnya, tenaga kesehatan harus melakukan perjalanan ke Kota Dobo hanya untuk menginput laporan berbasis aplikasi.
Digitalisasi sistem pelaporan dinilai sangat membantu dalam pengawasan dan perencanaan layanan.
Namun, tanpa infrastruktur pendukung seperti jaringan internet yang stabil, implementasi sistem ini justru menjadi beban tambahan bagi petugas di lapangan.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Aru dr. Wati Gunawan, mengakui bahwa hampir semua pelaporan kini dilakukan secara online dan tidak lagi dalam bentuk manual.
Tapi di sisi lain, ia memahami kesulitan petugas di daerah terpencil.
“Mereka harus datang ke kota Dobo untuk melakukan penginputan di aplikasi karena di desa tidak ada jaringan internet yang punya kekuatan sinyal yang stabil,” jelas dr. Wati kepada suaradamai.com di ruang kerjanya, Rabu (26/6/2025).
Salah satu contoh aplikasi yang harus diakses adalah EPPGM (Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Masyarakat), yang hanya dibuka pada hari tertentu dan dalam waktu terbatas, biasanya hanya sehari.
Hal ini menyebabkan tenaga kesehatan di desa-desa harus menempuh perjalanan jauh hanya untuk sekadar mengisi data.
“Kalau dia harap di kampung sinyalnya itu mungkin satu jam juga belum tentu buka itu aplikasi. Apalagi mau input begitu banyak data untuk ibu-ibu hamil, bayi/balita, dan sebagainya,” keluh dr. Wati.
Dalam waktu dekat, Dinas Kesehatan berencana mengalokasikan anggaran untuk menyediakan jaringan Starlink di setiap Puskesmas dan Pustu.
Langkah ini diharapkan menjadi solusi cepat untuk mengatasi hambatan pelaporan daring.
Dengan hadirnya koneksi internet berbasis satelit, petugas tidak perlu lagi bolak-balik ke Kota Dobo, sehingga waktu mereka bisa lebih optimal digunakan untuk pelayanan masyarakat.
Kondisi ini juga berdampak pada persepsi publik. Ketika tenaga kesehatan sering tidak ada di tempat, masyarakat mengira mereka malas atau mangkir, padahal kenyataannya mereka sedang melaksanakan tugas administratif yang tidak bisa dilakukan di desa.
dr. Wati berharap program penyediaan Starlink bisa segera terealisasi dalam tahun ini agar tenaga kesehatan bisa bekerja lebih efisien dan fokus pada pelayanan langsung kepada masyarakat.
Editor: Labes Remetwa