Unjuk rasa berlangsung kurang lebih setengah jam sebelum dibubarkan.
Langgur, suaradamai.com – Aksi unjuk rasa Aliansi Mahasiswa Masyarakat Evav (AMME) di depan gedung DPRD Kabupaten Maluku Tenggara berakhir ricuh, Kamis (25/6/2020).
Aksi yang berlangsung kurang lebih setengah jam itu dibubarkan oleh petugas keamanan (security) dan pegawai gedung wakil rakyat, karena dianggap kurang etis.
Mahasiswa menuntut agar harus menyampaikan aspirasi di bagian dalam halaman kantor DPRD Malra. Namun karena tidak ada anggota DPRD, pihak keamanan mengunci pintu gerbang sehingga aspirasi disampaikan di luar tembok.
Hal inilah yang kemudian membuat mahasiswa geram. Mereka memaksa agar pintu gerbang dibuka. Hingga akhirnya pilihan terakhir adalah menerobos secara paksa.
Pihak keamanan juga tersulut emosi karena upaya menorobos gerbang disertai dengan kata yang kurang etis – setidaknya menurut mereka.
“Ternyata, rumah Dewan Perwakilan Rakyat, katanya, yang seharusnya memberikan respon positif terhadap apa yang disampaikan oleh masyarakat. Tetapi hari ini, berubah menjadi lembaga yang tertutup dan anti kritik, dan dibentengi oleh preman-preman,” teriak salah satu orator.
Sebutan “preman” inilah yang membuat keadaan menjadi tidak terkendali. Saat hendak menerobos masuk, petugas keamanan juga melakukan perlawanan. “Kamong (kalian) bilang Katong (kami) preman ka? Ko (anda) bilang preman sapa (siapa) preman?”
Mereka mengejar satu per satu mahasiswa hingga ke dalam kompleks di sekitar gedung DPRD.
Untuk diketahui, aksi demo ini bertujuan mendesak wakil rakyat agar mendorong pemerintah daerah membantu mahasiswa asal Kei yang ada di tanah rantau.
Sejumlah anggota DPRD Malra juga sudah bersedia menerima demonstran. Namun karena menunggu terlalu lama, mereka pulang. Berselang 10 menit kemudian barulah mahasiswa sampai di gedung wakil rakyat – setelah melakukan aksi serupa di Kantor Bupati.
Editor: Labes Remetwa