Benteng Batu Koyamfaak menunjukkan kemajuan peradaban budaya Kei di masa lampau.
Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara, telah menetapkan Ohoi Wulurat, Kecamatan Kei Besar Kabupaten Maluku Tenggara sebagai salah satu Ohoi wisata budaya di Kepulauan Kei.
Tak salah bila, pemerintah daerah setempat menempatkan ohoi yang terletak di pinggiran Kota Elat, Ibukota Kecamatan Kei Besar itu sebagai ohoi wisata.
Catatan Tarsis Temorubun, Reporter Suara Damai
Bila anda berkunjung ke Ohoi Wulurat, ohoi yang berstatus ohoi wisata masih merawat dan melestarikan peninggalan leluhur berupa satu benteng batuan, yang oleh warga setempat menyebut “Benteng Ko Yam Faak”. Keunikan ohoi Wulurat juga terletak pada keberadaan kuburan atau makam para leluhur pendiri ohoi Wulurat yang disebut Iksail.
Sebuah maha karya tangan terampil leluhur Ohoi Wulurat dengan nilai arsitektur tinggi jika disamakan dengan benteng Kolonial. Benteng ini menunjukkan kemajuan peradaban budaya Kei di masa lampau. Sayangnya, bukti tingginya peradaban masyarakat Kei, belum mendapat perhatian dari berbagai pihak seperti pemerintah, budayawan, peneliti, badan perlindungan dan pelestarian benda purbakala maupun masyarakat Kei untuk mengangkatnya menjadi bagian dari peninggalan budaya Kei.
Peninggalan Iksail (makam) leluhur pendiri Benteng Batu Ko Yam Faak. Iksail adalah makam yang tersusun dengan batu di atas tanah. Mistiknya walau terdapat begitu banyak cela batu tapi bau jenasah tidak keluar dari makam. Jenis makam ini diperuntukan bagi para tokoh masyarakat.
Iksail terletak di luar benteng Ko Yam Faak, dan berhadapan dengan gerbang Fid Karbow (pintu masuk) Benteng Batu Ko Yam Faak, sehingga menjadi pelengkap saat digelar tradisi adat. Ada khasanah budaya Kei yakni berbagai khasanah warisan budaya masih dipegang teguh oleh masyarakat Wulurat.
Peninggalan peradaban masyarakat Ohoi Wulurat juga terlihat pada seni tari, makam tradisional, lagu daerah, alat musik, flornit, yail woma, sifu ringin, tuilsak woma, tirak rahan, yanur mangohoi, koi maduan, sdifun, maren, kumpulan, waanfatvilin, yoot, vurik ohoi, dan sosial kemasyarakatan.
Khasanah budaya Ohoi Wulurat masih dipertahankan generasi ke generasi, hal ini dapat terlihat dalam kehidupan sehari-hari. Para wisatawan saat ada kunjungan wisatawan selalu menyaksikan pagelaran budaya.
Potensi Ohoi Wulurat, sebagai ohoi wisata budaya, belum banyak terpublis. Misalnya saja, ada pemandangan menarik, ketika wisatawan melintasi masuk ek Ohoi Wulurat melalui rute jalan tua yang disebut jalan wear bel.
Di seberang jalan wear bel, ada hamparan hutan pohon rumbia sama seperti potensi wisata hutan mangrove/bakau di daerah pesisir pantai. Hutan rumbia Ohoi Wulurat pun akan dikembangkan menjadi destinasi wisata yang menyenangkan bagi tamu wisata.
Areal hutan rumbia antara Ohoi Wulurat dan Elat ditata untuk mendukung Ohoi Wulurat sebagai tempat wisata budaya Kei. Rencananya, akan dibangun diantaranya, pembangunan tata ruang seperti jalanjembatan, saluran drainase, penempatan masing-masing spot dan lampu jalan.
Sebagai referensi jika ingin berkunjung ke Ohoi Wulurat, pengunjung atau wisatawan telah disediakan rumah nginap tipe modern, tipe semi modern, tipe tradisional Kei. Dilengkapi faslilitas pendukung rumah makanrestoran dengan menu modern, menu tradisional, dan warung kopi.
Adapula, gedung pagelaran budaya culture centre. Lapangan dan panggung pentas terbuka, museum budaya Kei, Warung pajangan cinderamata, tempat parade pengolahan saguenbal, pajangan belan sakrau.
Bahkan rencananya, dapat meningkatkan ekonomi masyarakat maupun menjadi sumber Pendapatan Asli Ohoi (PAO) melalui dana ohoi, bila dikelola secara baik. (bersambung…)