Setelah ditelusuri, pemberhentian Debbie dari jabatan Kabag Hukum ini berkaitan dengan proses registrasi/penomoran produk hukum daerah.
Langgur, suaradamai.com – Publik Maluku Tenggara (Malra) terkejut dengan aksi yang dilakukan oleh Aparatur Sipil Negara (ASN) terhadap Pj. Bupati Malra Samuel Huwae dan Plt. Sekda Malra Ana Yunus.
Aksi tersebut dilakukan oleh dua orang ASN di Kantor Bupati Malra pada Rabu (8/1/2025). Salah satu ASN adalah mantan Kepala Bagian (Kabag) Hukum Pemkab Malra, Debbie Bunga.
Pantauan Suaradamai.com, dari ruangan Bagian Hukum, Debbie langsung menyuarakan ketidakpuasan terhadap proses birorkasi yang dilakukan terhadapnya bersama staf Bagian Hukum.
Menurut Debbie, proses pemberhentian dirinya dari jabatan Kabag Hukum tidak sesuai mekanisme. Sebab, menurutnya, ia masih menjalankan tugas ketika mendapat informasi ada penunjukkan orang baru yang menggantikannya.
Debbie mengaku masih melaksanakan tugas sebagai Kabag Hukum hingga 29 November 2024 dengan mengikuti agenda penetapan Propemperda 2025 di DPRD.
“Sebelumnya, tanggal 24 November 2024, saya melakukan Tusi (tugas dan fungsi) saya, bantuan hukum, di Polres Maluku Tenggara. Pertanyaannya, apakah saya berhalangan tetap sehingga harus ditunjuk Plt?” ujar Debbie kepada awak media.
Ia pun mempertanyakan penyehatan birokrasi yang dilakukan oleh Pj. Bupati dan Plt. Sekda. Sebab, hingga 8 Januari 2025, ia belum menerima SK pemberhentian dari jabatan Kabag Hukum.
Setelah ditelusuri, pemberhentian Debbie dari jabatan Kabag Hukum ini berkaitan dengan proses registrasi/penomoran produk hukum daerah. Debbie dianggap tidak mengindahkan perintah pimpinan dengan menyembunyikan dokumen register produk hukum daerah.
Pj. Sekda Malra saat itu, Nico Ubro, telah melakukan pemanggilan sebanyak dua kali. Pertama pada 22 November 2024. Ia memanggil Debbie untuk memberikan keterangan pada 25 November 2024. Debbie tidak datang.
Debbie juga tidak mengindahkan surat panggilan kedua, yang dilayangkan pada 25 November 2024 untuk hadir memberikan keterangan pada 26 November 2024.
Selain Debbie, pada tanggal yang sama, Ubro juga memanggil dua staf Bagian Hukum untuk memberikan keterangan soal proses registrasi produk hukum daerah. Keduanya hadir. Namun, usai pemeriksaan tidak mau menandatangani Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
Pj. Bupati Malra Samuel Huwae lalu menganggap Kabag Hukum Debbie Bunga sudah tidak taat terhadap perintah pimpinan. Sebab itu, Huwae menunjuk Lia Koedoeboen, menjadi Pelaksana Tugas (Plt) Kabag Hukum, menggantikan Debbie Bunga.
Jika dilihat berdasarkan jarak waktu dan pengambilan keputusan, proses yang dilakukan oleh Huwae sudah sesuai dengan PP Nomor 94/2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Pada pasal 26 menyebutkan bahwa jarak waktu surat panggilan dengan pemeriksaan paling lama tujuh hari kerja.
Kemudian apabila PNS yang bersangkutan tidak hadir pada dua kali pemanggilan, pejabat yang berwenang dapat menghukum menjatuhkan hukuman disiplin tanpa dilakukan pemeriksaan.
Hanya saja, proses pergantian ini tidak diketahui oleh Debbie. Ia baru mengetahui pergantian dirinya setelah foto penyerahan SK Plt. Kabag Hukum diunggah di media sosial facebook. Sementara itu, SK Bupati soal pemberhentiannya juga belum ia terima.
Sementara itu, pada Kamis (9/1/2025) atau sehari setelah aksi yang dilakukan oleh Debbie, Pj. Bupati Malra Samuel Huwae angkat bicara.
Didampingi Kepala BKPSDM Malra M. Nasir Rahayaan, Huwae menyatakan proses pemberhentian Debbie dari jabatan Kabag Hukum sudah sesuai regulasi yang berlaku.
“Saya baru tahu kemarin kalau Ibu Kabag Hukum Non-Aktif menyuarakan bahwa dia belum dapat SK (Pemberhentian dari jabatan Kabag Hukum),” ujar Huwae.
Huwae menegaskan, SK pemberhentian tersebut sebetulnya sudah ada. Namun, belum diserahkan karena mempertimbangkan situasi Pilkada Malra 2024.
Ia mengatakan, pihaknya baru akan memberikan SK setelah selesai Pilkada. Namun, hingga 9 Januari, SK tersebut belum diserahkan.
“Tetapi ternyata SK [pemberhentian] itu mungkin [belum diberikan] karena Pak Kaban melaksanakan, selain sebagai Kaban BKPSDM dan juga tugas lain sebagai Camat di Kei Besar Selatan Barat. Beliau selalu bolak-balik. Sewaktu-waktu di sini, sewaktu-waktu di sana,” kata Huwae menjelaskan kesibukan Nasir Rahayaan.
Menurut Huwae, sebenarnya persoalan ini bisa diatur secara baik apabila ada komunikasi antara mantan Kabag Hukum dengannya.
“Kalau Ibu Debbie datang ke saya dan menyampaikan bahwa proses ini dia tidak puas misalnya, itu bagian dari cara kita meramu etika pemerintahan. Saya juga tidak pernah lihat Ibu Debbie di kantor. Padahal saya rajin masuk kantor.
Kalo Ibu Deby rajin masuk kantor, harusnya dia datang ke kantor, mmpertanyakan kalau SK nya belum dapat. Supaya jangan ada miskomunikasi di antara kita. Tetapi karena Ibu Debbie juga tidak pernah datang ke saya, saya juga tidak tahu apakah Ibu Debbie dapat SK atau belum.
Huwae memastikan akan membeirkan SK tersebut. Ia mengaku tidak punya kepentingan subyektif apapun. Kepentingannya hanya untuk membangun Maluku Tenggara lebih baik.
“Saya tidak punya kepentingan subyektif apa-apa. Saya punya kepentingan Maluku Tenggara harus maju, Maluku Tenggara harus berguna, berkualitas, dengan semangat orang basudara. Tidak ada bupati hebat tanpa adanya ASN dan birokrasi yang berkualitas,” tandas Huwae.
Editor: Labes Remetwa