“Wisatawan manca negara kalau lihat sampah, dia akan sangat terganggu,” kata Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Maluku Tenggara Roy Rahayaan.
Pada edisi lalu kami paparkan tentang Destinasi Wisata Bunaken yang mengalami penurunan kunjungan wisatawan sebesar 65% dalam tujuh tahun terakhir. Hal tersebut disebabkan karena sampah tidak terkelola dengan baik.
Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Maluku Tenggara Roy Rahayaan menandaskan bahwa sampah berpengaruh langsung terhadap kunjungan wisatawan. “Wisatawan manca negara kalau lihat sampah, dia akan sangat terganggu,” kata Rahayaan saat ditemui di ruang kerjanya, (16/1/20).
Dengan demikian, sampah harus diurus. Atau dengan kata lain, kalau tidak ada sistem penanganan sampah yang tersistem, maka jangan urus pariwisata. Apalagi kajian dari United Nations Environment Proggramme (UNEP) menyatakan bahwa wisatawan rata-rata menghasilkan enam kali lebih banyak sampah saat mereka berlibur (WWF-Indonesia, 2015).
Kabar baiknya, masalah sampah di Kei sudah cukup mendapat perhatian dengan munculnya komunitas peduli lingkungan – Trash Hero Pulau Kei, menandakan bahwa ada urgensi. Sampah harus ditangani.
Masalah sampah di Kabupaten Maluku Tenggara dan Kota Tual masih cukup kompleks. Kota Tual meski sudah menerapkan dua shift kerja, Pasar Tual baru-baru mengalami banjir karena sampah. Di sejumlah tempat wisata di Maluku Tenggara, juga masih bermasalah dengan sampah. Ironisnya, sampah baru akan dibersihkan di Pantai Ohoidertawun ketika akan ada kunjungan Kepala Daerah.
Penanganan sampah yang belum maksimal ini disebabkan oleh keterbatasan dana dan sarana pra sarana, kurangnya tenaga kerja, sistem pengelolaan sampah yang kurang baik, kurangnya sosialisasi tentang bahaya sampah, metode sosialisasi yang kurang efektif, belum ada kerjasama sinergis antar lembaga/badan yang menangani sampah, dan belum ada regulasi di tingkat daerah.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 81 tahun 2018, tentang pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga, pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah.
Pengurangan sampah meliputi pembatasan timbulan sampah, pendauran ulang sampah, dan pemanfaatan kembali sampah. Sedangkan penanganan sampah meliputi pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir.
Produksi sampah masih tinggi. Pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap bahan penghasil sampah masih rendah. Sebagai contoh, penggunaan tumblr lebih efektif mengurangi jumlah sampah dibandingkan menggunakan kemasan plastik sekali pakai. Di Papua, Pemkot Jayapura melarang menyediakan kantong plastik di toko ritel, diganti denga noken. Masyarakat Malra dan Tual belum sadar hal ini.
Semua ini bermuara pada lemahnya sosialisasi. Apabila masyarakat sadar, maka produksi sampah berkurang. Sosialisasi yang diharapkan bukan hanya pada frekuensi, tetapi kualitas dan pola atau metodenya. Pemerintah sebaiknya menggandeng seluruh lapisan masyarakat, misalnya tokoh agama melakukan kampanye hidup sehat, bebas sampah, di mimbar keagamaan. Atau tokoh adat melakukan sosialiasasi di forum adat.
Terkait penanganan sampah, pemilahan sampah dari rumah tangga pun jarang, atau bahkan tidak pernah dilakukan. Masyarakat tidak memilah jenis sampah organik, atau non organik, semuanya dikumpulkan lalu dibuang juga masih sembarangan.
Perilaku masyarakat membuang sampah sembarangan terbukti dengan membuang sampah di atas aspal di area parkir tempat penjualan ikan, Pasar Langgur. Atau juga membuang sampah di bekas lokasi kontener di dekat Stadion Maren Langgur – padahal kontener sudah dipindahkan.
Pemerintah sebaiknya bekerjasama dengan Ketua RT/kepala ohoi/desa/kelurahan untuk menyediakan tempat sampah di setiap rumah. Satu rumah satu tempat sampah. Di Kota Malang, setiap rumah punya satu tempat yang terbuat dari ban bekas. Sampah yang terkumpul sudah dipilah menurut jenisnya – perlu sosialisasi. Kemudian sampah tersebut akan diangkut ke TPS oleh tenaga kebersihan. Setiap rumah akan membayar retribusi sampah ke desa/kelurahan/pemerintah. Ini bisa dijadikan kas yang akan dimanfaatkan untuk kegiatan lain.
Pengumpulan sampah di Maluku Tenggara dan Kota Tual baru menjangkau wilayah Kota, itu pun belum efektif. Belum ada sistem untuk sampah tertangani secara terpadu di pedesaan – tidak seperti di Desa/Ohoi Debut, Malra.
Terkait pengangkutan sampah, pemerintah punya keterbatasan pada armada. Pemkab Malra masih membutuhkan 2-3 armada tambahan, Kota Tual butuh 4 armada tambahan. Apabila pemerintah serius dengan pariwisata, pengadaan armada tambahan itu mutlak. Sampah akan menumpuk jika tidak dibawa ke tempat pengolahan – TPA.
Pengolahan sampah di Maluku Tenggara oleh pemerintah juga masih hanya sebatas TPA Isso. Pemerintah belum menggandeng perusahaan pengolah sampah seperti JM Mandiri yang ada di Ohoi Kolser. Padahal JM Mandiri masih kekurangan bahan baku. Juan Maturbongs, pemilik JM Mandiri, menargetkan untuk ekspor sampah kertas dan karton dan plastik masing-masing satu kontener per bulan.
Debut berhasil kelola sampah
Di tingkat pedesaan, rata-rata belum terbangun sistem penanganan sampah yang baik. Namun sistem yang ada Ohoi Debut di Kecamatan Manyeuw, Maluku Tenggara, dapat dapat menjadi contoh.
Ohoi Debut memanfaatkan dana desa untuk mengelola sampah. Tidak tanggung-tanggung, gaji lima tenaga kebersihan melebihi dana kelompok usaha lainnya. Mereka juga mengadakan dua unit tossa, 53 buah tempat sampah, dan TPA.
Tidak hanya itu, ada juga program Jumat bersih yang melibatkan seluruh warga untuk membersihkan tempa-tempat umum setiap hari Jumat.
Pemerintah Ohoi Debut juga akan menetapkan Peraturan Desa (Perdes) tentang sampah. Maysarakat yang tidak menaati aturan ini akan disanksi. Sanksi yang paling berat adalah tidak mendapat pelayanan administratif dalam bentuk apapun dari desa.
Dengan model seperti ini diharapkan dikembangkan di desa/ohoi lain di Kabupaten Maluku Tenggara dan Kota Tual. (timred)