
Dalam kegiatan itu, dipaparkan materi tentang perlindungan spesies dan lingkungan dari perspektif Gereja Katolik, Pemerintah, dan adat/budaya.
Langgur, suaradamai.com – Menyadari pentingnya kelestarian spesies dan lingkungan, Gereja Katolik Keuskupan Amboina wilayah Kei Kecil dan Kota Tual menggandeng WWF Indonesia melaksanakan workshop yang membahas tentang perlindungan spesies dan lingkungan. Khususnya perlindungan spesies penyu di Kepulauan Kei. Workshop dimaksud dilaksanakan di Gedung Katolik Centre, Langgur, Sabtu (28/8/2021).
Kegiatan ini melibatkan umat Katolik di Kei Kecil dan Kota Tual, lebih khusus umat Katolik Paroki Ohoidertutu (wilayah Kecamatan Kei Kecil Barat). Turut terlibat Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Maluku, Dinas Perikanan Maluku Tenggara, dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Maluku Resort Tual.
Sebagai pihak penyelenggara, Wakil Uskup Wilayah Kei Kecil RD. Eko Reyaan, Pr berharap pertemuan itu dapat menghasilkan rekomendasi yang konkret dalam rangka perlindungan satwa dan lingkungan di Kepulauan Kei, terutama di wilayah Paroki Ohoidertutu.
“Gereja Protestan Maluku (GPM) sudah mengambil langkah. Kita (Katolik) belum, baru hanya sebatas himbauan. Sebab itu, kegiatan hari ini penting untuk mengambil keputusan yang dapat dilaksanakan di lapangan,” ujar Eko saat membuka kegiatan tersebut.
Ia kemudian memaparkan materi tentang “perlindungan spesies dan lingkungan” dari perspektif Gereja Katolik. Judul yang sama dari perspektif pemerintah disampaikan oleh Kepala BKSDA Resort Tual Yopi Jamlean. Selanjutnya dari perspektif adat dan budaya dari pemerhati budaya Anton Ohoira.
“Kita di Kei ini dikenal dengan tiga tungku, agama, pemerintah, dan adat. Ketiga unsur ini penting dalam menjaga kelestarian spesies dan lingkungan,” jelas Anton sebelum memaparkan materi.
Dari perspektif budaya, Anton berfokus pada tradisi penangkapan tabob atau penyu belimbing oleh masyarakat adat Ratschaap Nufit (wilayah Kecamatan Kei Kecil Barat/Paroki Ohoidertutu).
Kegiatan kemudian dilanjutkan dengan diskusi. Para peserta terlibat aktif dengan bertanya dan memberikan masukkan hingga pada perumusan arah dan rencana aksi.
Editor: Labes Remetwa
“Kita di Kei ini dikenal dengan tiga tungku, agama, pemerintah, dan adat. Ketiga unsur ini penting dalam menjaga kelestarian spesies dan lingkungan,” jelas Anton.
Baca juga: