Kisruh Tolak Putusan Musda Golkar Malteng-Alkatiri : Semua Sudah Sesuai Juklak

Ikuti suaradamai.com dispot_imgspot_imgspot_imgspot_img

AMBON- Kendati telah ada penetapan hasil musyawarah daerah (Musda) IX Partai Golongan Karya (Golkar) Kabupaten Maluku Tenggah (Malteng), pada 2 September 2020 kemarin. Dimana telah menetapkan Rudolof Lailossa, sebagai Ketua DPD 2 partai berlambang pohon beringin ini. Namun masih saja terjadi penolakan oleh sebagian kelompok kader partai.

Terkait kisruh tersebut, Sekretaris DPD II Partai Golkar Malteng, Hassan Alkatiri, menegaskan bahwa hasil musda sudah sesuai dengan juklak 02 /DPP/Golkar/II/2020 tentang tahapan penjaringan dan pencalonan ketua yang baru untuk tahun 2020. Dimana, Juklak 02 yang dikeluarkan Ketua Umum DPP Partai Golkar Airlangga Hartarto, tersebut merupakan tindaklanjut dari keputusan musyawarah nasional (Munas) partai Golkar.

“Keputusan tertinggi ada di Munas. Ada AD/ART, yang dijabarkan lewat Juklak 02 tahun 2020. Terus apa lagi yang mau dipersoalkan?” Ujar Alkatiri menanggapi aksi demo penolakan hasil Musda IX di Kantor DPD I Golkar Maluku, Karang Panjang, Selasa(15/9/).

Menurutnya, siapa pun kader partai yang berniat maju sebagai calon ketua semua mengacu pada Juklak 02. “Artinya kalo mereka berniat maju berarti mereka sudah memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam Juklak 02,” tegasnya.

Anggota DPRD Malteng ini pun membeberkan 10 syarat yang wajib dipenuhi jika ingin mendaftar sebagai bakal calon ketua dalam Musda IX Galkar Malteng kemarin antara lain, pernah menjadi pengurus PG tingkat kecamatan atau pernah menjadi pengurus kabupaten/kota organisasi pendiri dan yang didirikan selama satu periode penuh. Berpendidikan minimal S1 atau yang setara/sederajat, aktif terus menerus menjadi anggota PG sekurang-kurangnya 5 tahun dan tidak pernah menjadi anggota partai politik lain, dinyatakan lulus mengikuti pendidikan dan pelatihan kader PG, memiliki prestasi, dedikasi, disiplin, loyalitas, dan tidak tercela (PD2LT), memiliki kapabilitas dan akseptabilitas,
tidak pernah terlibat G 30 S/PKI, bersedia meluangkan waktu dan sanggup bekerjasama secara kolektif dalam PG, berdomisili di wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan dan
tidak mempunyai hubungan suami isteri atau keluarga sedarah dalam satu garis lurus keatas dan kebawah yang duduk sebagai anggota DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota mewakili partai politik lain atau menjadi pengurus partai lain dalam satu wilayah yang sama.

“Kalau saya melihat kondisi ini, saya kira wajarlah kalau demokrasi yang kalah menuntut dan menggugat di Mahkama Partai, itu wajar-wajar saja, cuma yang harus dilengkapinya itu dokumen yang falid, jangan dokumen bodong, kan begitu mestinya,”bebernya.

Kenapa dikataka bodong, lanjut, Alkatiri karena mekanisme partai itu ada aturan, seperti Juklak, PO dan AD/ART Partai Golkar sehingga apapun sanggahan atau penolakan atas hasil Musda IX Golkar Malteng harus sesuai dengan mekanisme dan jangan asal bunyi saja dalam menyampaikan sesuatu yang belum tentu benar dalam aturan partai.

“Jadi tuntutannya agar dia bilang kader Golkar yang berkualitas, itu harus sesuai dengan AD/ART, kira-kira pimpinan sidang melanggar Juklak yang mana, itu harus dijelaskan, Juklak 02 mengisyaratkan bahwa dukungan itu harus 30 persen, Rasyd sahubawa hanya mengantongi satu dukungan, dimananya angka 30 persen dari 18 Kecamatan di Malteng, beda dengan, Rudolf Lailossa yang didukung 16 Kecamatan, karena satu kecamatan lainnya absten,”jelasnya.

Dikatakan, musda Golkar Malteng dan Kota Ambon yang hanya lima Kecamatan tentunya berbeda, dimana Musda Malteng angka 30 persen paling sedikit dukungan delapan kecamatan, tapi kalau hanya dengan satu dukungan mau buat apa untuk penolakan hasil Musdanya.

Secara pribadi kata, Alkatiri, sebaiknya pihak-pihak yang tidak merasa puas dengan putusan Musda tanpa lalu menuntut sesuatu tapi tidak didasari dengan kekuatan tuntutan yang kuat

Alkatiri menjelaskan inti dari ketidakpuasan dalam bentuk aksi demo di Kantor DPD I Golkar, itu hanya perwakilan dari satu Kecamatan dan Kecamatan lainnya bodong semua, contohnya Kota Masohi, DPD II telah menetapkan Plt Ketuanya yakni, Ian Idris dengan alasan yang bersangkutan ketua pemenang pemilu dapil I, bahkan penetapannya melalui rapat pleno bukan dan bukan asal tunjuk. Beda dengan Kecamatan Seram Utara tidak ada krakteker, tapi yang datang demo mengatas nama krateker.

“Jadi apa yang menjadi tuntutan mereka itu wajar, menurut saya, secara demokrasi, kalah menang itulah demokrasi tapi yang harus jentel yang kalah harus mengakui kekalahan dan yang menang harus wajib merangkul yang kalah,”pintanya.

Ia juga memastikan aksi yang dilakukan tidak serta merta langsung membatalkan hasil Musda sebab suda sesuai dengan AD/ART dan juklak 02 , sama halnya jika prosesnya sampai pada tidak Mahkama Partai, sebab orang-orang di DPP adalah orang yang menggodok AD/ART dan Juklak partai yang merupakan penerjemah dari AD/ART, sehingga tidak gampang langsung membatalkan.

Ditempat yang sama, Ketua terpilih DPD II Golkar Malteng, Rudolf Lailossa mengungkapkan,
secara pribadi dirinya sendiri merasa bingung dengan gerakan aksi yang dilakukan, karena kebohongan yang dilakukan secara berulang-ulang, secara tidak langsung dianggap benar.

“Sebagai kader Golkar jangan berbohonglah, saya ini Ketua DPD dan Hasan Alkatiri itu Sekretaris, jadi yang palsukan dokumen ini siapa dan saya tahu ketua-ketua Kecamatan, bahkan yang datang demo, itu terkait dengan surat saja, tidak ada itu stempel Golkar seperti yang dibuat mereka, tapi cap Golkar sebenarnya harus segi lima persegi bulan seperti yang dibuat mereka, bahkan kop surat minta demo aja sudah jelas salah, kalau Kecamatan harus Pengurus Kecamatan mana, bukan harus ditulis pengurus DPD ini aja sudah salah dan bohong dibuat,”ungkapnya

Dia juga mengungkap rasa Malu dengan apa yang dilakukan kader Golkar lainnya, karena sebagai Kader dirinya sangat mencintai PG datang di Musda dengan 16 Pengurus Kecamatan pendukung dan setelah diverifikasi hanya satu kecamatan Pulau Haruku yang mendukung, Rasip Sahubawa, sementara Kecamatan Leihitu absten, sehingga kalau dirinya dibilang salah, salahnya dimana.

“Katanya dokumen palsu dan lainnya, bahkan lapor saya di Polda, karena saya mendengar rekan-rekan, saya biarkan saja, tapi kalau mau lapor balik saya bisa tapi bagi saya sebagai kader Golkar anggap biar saja,”ujarnya.

Sebelumnya dalam aksi demo yang berlangsung di Kantor DPD Golkar Maluku, lewat koordinator lapangan (Korlap) aksi, Muklis Tualeka yang akhirnya diterima Ketua OKK DPD I Partai Golkar Provinsi Maluku, Yusril AK Mahedar, dalam pernyataan sikap yang dituangkan dalam enam butir tuntutan yakni, pertama menyatakan hasil Muda IX Golkar Mateng dinilai cacat prosedural karena telah menggabaikan semua syarat dan ketentuan AD/ART sesuai Juklak 02 Partai Golkar, kedua menolak hasil penetapan Musda IX Golkar Malteng menetapkan Rudolf Lailossa sebagai ketua terpilih DPD Il, ketiga
meminta ketua DPD PG Maluku untuk membatalkan hasil penetapan pimpinan sidang Musda IX PG kabupaten Malteng yang mana telah menetapkan sdr Rudolf Lailossa sebagai ketua PG Malteng, empat meminta ketua dewan etik DPP PG untuk memproses dan menjatuhkan sangsi pelanggaran etik dugaan pemalsuan dokumen SK pimpinan kecamatan DPD II PG Malteng pada hasil Musda IX PG Malteng, lima meminta ketua DPP wilayah Maluku dan Maluku Utara, membatalkan hasil musda IX PG Malteng yang dipaksakan pimpinan sidang dengan sikap arogansi yang diperlihatkan pada forum sidang musda IX yang dianggap tidak menecerminkan demokrasi dan meminta ketua umum DPP PG membatalkan hasil Musda Golkar Malteng atas ditetapkan Rudy Lailosa sebagai ketua terpilih DPD PG Maltengperiode 2020-2025 dan menetapkan,Rasip Sahubawa sebagai ketua terpilih.

Ikuti suaradamai.com dispot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ronald Tethool

Sosok inspiratif yang berhasil memajukan pariwisata Ngurbloat, Kepulauan Kei, Maluku.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -

KOMENTAR TERBARU