Berbagai upaya telah dilakukan oleh Distan-Ketapang Malra bersama petani. Tetapi kerjasama masyarakat sangat menentukan keberlangsungan bawang merah.
Langgur, suaradamai.com – Pada tahun 2018, Maluku Tenggara mengalami over produksi bawang merah. Produksi membludak, sehingga pasar Malra dan Kota Tual tidak mampu menyerap. Akhirnya bawang dijual murah, ada yang rusak begitu saja, dan ada juga yang dijual keluar daerah.
Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Felix Tethool menilai kondisi itu merupakan suatu proses pembelajaran bagi petani. Tethool menjamin tahun ini produksi akan kontinu dan pemasaran aman terkendali.
Tethool yakin Maluku Tenggara punya peluang besar untuk menguasai pasar. Di Maluku, Malra punya keunggulan tersendiri dibanding daerah lain. Keunggulan tersebut diantaranya, dari sisi kualitas, bentuk dan aroma lebih bagus, harga bersaing, dan dikenal sebagai sentra produksi.
“Sekarang bagaimana supaya masyarakat tidak kebingungan memasarkan hasil, kita sudah membuat diversifikasi bentuk,” ungkap Tethool.
Adapun jenis produk bawang merah yang dipasarkan adalah bawang goreng, bawang merah umbi, dan bibit.
Bawang goreng Malra sesuai hasil uji laboratorium Balitbang Makassar menunjukkan bahwa kualitas bawang goreng Malra lebih baik dari bawang goreng lainnya.
Distan juga sedang mendampingi petani untuk membagi bawang merah umbi dalam tiga tingkatan, baik, sedang, dan cukup atau grade A, B, dan C.
Terkait bibit, petani Maluku Tenggara sudah mengantongi sertifikat dari Balai Benih sebagai penangkar bibit. Artinya petani Maluku Tenggara dianggap layak untuk memproduksi bibit.
“Tahun ini Maluku Tenggara butuh (bibit) dari APBD Kabupaten 8 ton, dan saya yakin 8 ton itu berasal dari bibit petani kita. Mudah-mudahan dari pusat pun kebutuhan bibitnya kita penuhi. Nantinya pemborong beli dari sini. Ini kan bagian dari proses pemasaran,” imbuh Tethool.
Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara sejak tahun 2018 sudah melakukan promosi. Dengan membuka Galeri Bawang Merah, Kerjasama dengan Balitbang Makassar, Bulog, Dinas Pertanian Provinsi Maluku, promosi yang dilakukan oleh masyarakat di media sosial, dan sebagainya, sudah cukup bagi Kadistan Ketapang Malra Felix Tethool.
“Promosi artinya memperkenalkan produk kita. Orang di Seram sudah tahu bawa kita punya bawang, Ambon tahu, MTB juga sudah tahu bahwa kita mulai menghasilkan bawang,” katanya mencontohkan.
Masalah di Kontinuitas
Tethool menambahkan, terkait pemasaran tidak usah diragukan. Masalah saat ini hanya pada kontinuitas produksi – yang juga sedang dibenahi.
Sejak menjadi sentra, petani Maluku Tenggara masih bergantung pada pengadaan bibit pemerintah pusat. Ironisnya, tahun lalu gagal produksi karena bibit sampai saat musim kemarau.
Hari ini Distan-Ketapang Malra bersama petani sedang menyelesaikan persoalan bibit. Petani sudah mulai melakukan penanaman untuk menyediakan bibit.
“Belajar dari itu, kita harus menghasilkan bibit supaya jangan terlambat lagi. Berarti kita sudah pada track (jalur) menyelesaikan masalah secara sistematis,” cetus Tethool.
“Saya ingatkan kembali sentra produksi bawang merah Indonesia dibangun 12 tahun. Kita baru tiga tahun, berarti kita lebih cepat,” tukasnya.
Mari Cintai Produk Lokal!
Berbagai usaha telah dilakukan Distan-Ketapang Malra bersama petani. Kedua pihak berhasil memproduksi bawang merah sebanyak 240 ton pada tahun 2018, jejaring pemasaran di luar daerah sudah dibentuk, diversifikasi produk, dan saat ini sedang menerapkan sistem tanam bergilir untuk menjaga kontinuitas produksi.
Kadistan-Ketapang Malra Felix Tethool menjamin porsi yang dilakukan oleh pihaknya dan petani sudah maksimal. Tinggal kerjasama dari masyarakat. Untuk memajukan daerah, lanjut Tethool, maka butuh kerjasama semua pihak. Termasuk membeli produk lokal.
“Kita belajar dari Samsung bisa mengalahkan Nokia, Apple, produk Hp lainnya. Walaupun saat produksi awal, Hp yang sangat tidak berkualitas adalah Samsung, tetapi kecintaan masyarakat Korea Selatan terhadap produk dalam negerinya maka secara perlahan mereka melakukan perbaikan dan sampai sekarang ini Samsung merajai pasar dunia,” ujar Tethool.
Tethool menambahkan, dengan meniru gaya masyarakat Korea Selatan, bawang lokal Maluku Tenggara juga akan merajai pasar Maluku Tenggara, kemudian Maluku.
Petani akan memperbaiki kualitas karena daya serap pasar baik. Dengan demikian, kontinuitas dan kebutuhan konsumen terpenuhi. Pada akhirnya masyarakat sejahtera.
“Walaupun bawang kita masih kurang seperti yang disampaikan, mari kita cinta kualitas itu, kita membelinya. Dengan begitu petani punya daya untuk memperbaiki kualitas dan kontinuitas,” jelasnya.
“Jangan lihat kualitasya, cintai daerahmu dengan membeli produk anak daerah,” pungkas Tethool. (timred)