Dengan gotong royong dan donasi ke Jogja Lagi, diharapkan tumbuh solidaritas sosial untuk mendukung para mahasiswa dari luar daerah di Yogyakarta.
Langgur, suaradamai.com – Wahidin54, elemen alumni mahasiswa Yogyakarta bersama PMKRI Yogyakarta menggelar diskusi serial “Kapan ke Jogja Lagi” dengan tema Internet dan Tantangan Pendidikan di Tengah Pandemi. Diskusi serial ini merupakan bagian dari gerakan peduli pendidikan yang sekaligus mempromosikan Ke Jogja Lagi lewat donasi.
Wahidin54 menyebutkan bahwa pandemi Covid-19 telah melahirkan tantangan baru dalam dunia pendidikan. Proses belajar mengajar mengalami perubahan menyesuaikan protokol kesehatan sehingga mesti digelar secara daring. Namun pada sisi lain, kesiapan akses internet berkualitas dan juga biaya akses untuk mahasiswa menjadi tantangan tersendiri. Terlebih, banyak keluarga di Indonesia saat ini mengalami kesulitan ekonomi dan berdampak pada putera-puteri mereka yang menempuh pendidikan di Yogyakarta.
“Wahidin54 bersama PMKRI Yogyakarta, menyadari hal ini dan melihat bahwa banyak mahasiswa dari berbagai daerah yang akhirnya terdampak juga,” jelas Mario Wiran, pegiat Wahidin54 dalam siaran pers yang diterima media ini, Sabtu (23/5/2020).
Mario menambahkan, dalam kondisi ini banyak kalangan perlu mengenali dan mengantisipasi situasi yang baru ini. Mencermati normalitas baru (new normal) yang akan banyak melahirkan habitus baru. Lebih dari itu, dalam jangka pendek ini, perlu juga seluruh pihak baik pemerintah dan lembaga pendidikan agar memikirkan beban mahasiswa serta keluarga mereka yang mesti menambah biaya untuk akses internet.
Salah satu yang bisa dilakukan publik adalah lewat donasi pendidikan. Wahidin54 menyebut bahwa banyak mahasiswa khususnya dari luar daerah yang terjebak situasi sulit di Yogyakarta. Sehingga dengan gotong royong dan donasi ke Jogja Lagi, diharapkan tumbuh solidaritas sosial untuk mendukung para mahasiswa dari luar daerah di Yogyakarta, kota yang jadi salah satu barometer pendidikan di Indonesia.
Mengawali diskusi, Melchior Bria, pengajar di Politeknik Negeri Kupang, Nusa Tenggara Timur mengulas tentang tantangan pendidikan berbasis daring di tengah pandemi. Terlebih akses internet yang menurutnya belum merata. Secara mendasar dan merujuk pada sistem pendidikan, Melchior menekankan bagaimana ada input, proses dan output agar bisa selaras. Semua ini disebut dasarnya ada pada kurikulum yang dirancang memang untuk kondisi normal.
Sementara pandemi, menurutnya, membuat kondisi menjadi berbeda dan pembelajaran berbasis internet menjadi tuntutan mutlak. Di sini kemudian, lanjut dia, tantangan muncul karena output dari kurikulum pendidikan harus menghasilkan knowledge (pengetahuan), skill (keterampilan) dan attitude (perilaku). Hal ini dirasa menjadi lebih menantang, terlebih bagi lembaga pendidikan vokasi semacam Politeknik Negeri Kupang yang mayoritas pembelajarannya bersifat praktik.
“Untuk itu maka di sini perlu kreativitas terutama dosen atau guru untuk menyajikan materi pembelajaran,” jelasnya.
Sementara itu, Ferdinandus Setu, Kepala Biro Humas Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia menyebutkan bahwa, menurut konstitusi, tujuan berbangsa di antaranya adalah untuk mencerdaskan bangsa. Salah satu sektor yang menurut konstitusi jelas diberi perhatian untuk alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah sektor pendidikan.
Pria yang pernah menjadi jurnalis beberapa media sebelum berkarir sebagai Aparat Sipil Negara (ASN) itu pun menyampaikan seputar peran Kementerian Kominfo dalam mendukung sektor pendidikan. Pihaknya menyebut bahwa internet hanya salah satu sarana di tengah keterbatasan. Lebih penting lagi dari itu cara menyampaikan bahan ajar menjadi lebih penting.
Saat ini jumlah pengguna internet Indonesia sudah mencapai 175,4 juta, naik sekitar 17% atau 25 juta pengguna dibanding tahun lalu. Ini disebut sebagai sebuah perkembangan yang menggembirakan. Meski demikian Ferdinandus menyoroti penggunaannya yang masih didominasi untuk akses media sosial ketimbang kepentingan pendidikan.
“Menjadi soal bahwa kita masyarakat Indonesia, yang menerapkan internet untuk kepentingan pendidikan belum banyak,” ujarnya.
Melihat dari sisi pembangunan infrastruktur telekomunikasi, pihaknya menyebut bahwa Kementerian Kominfo terus berusaha untuk meningkatkan kualitas infrastruktur dan jaringan internet yang merata ke seluruh wilayah Indonesia. Dengan anggaran yang terpotong karena ada refocusing dan realokasi anggaran di Kementerian Kominfo, pihaknya mengaku tetap berusaha meningkatkan kualitas infrastruktur telekomunikasi di Indonesia bersama dengan Telkomsel. Hal ini mencakup program Palapa Ring berupa pengembangan jaringan serat optik di Indonesia.
Astra Tandang, Ketua PMKRI Yogyakarta usai acara menyampaikan bahwa dampak pandemi telah terasa pada semua sektor termasuk pendidikan. Untuk itu ia berharap semua pihak tetap bisa sigap agar bangsa ini tidak jatuh dalam krisis besar.
PMKRI Yogyakarta yang tahun ini memasuki usia 73 tahun pun disebut turut merespon situasi pandemi ini dan melakukan gotong royong demi mendukung mahasiswa daerah yang bertahan di Yogyakarta.
“Karena itu, bagi PMKRI Cabang Yogykarta meskipun dalam tekanan Covid-19, kerja-kerja intelektual tetap jalan terus, juga terus membangun kerja-kerja kolektif lintas sektor, lintas generasi untuk saling membantu melewati situasi krisis ini,” tandas pria asal Nusa Tenggara Timur itu.
Menutup acara, Wahidin54 bersama dengan PMKRI Yogyakarta pun mengajak publik untuk berdonasi. Bagi yang tertarik untuk bergotongroyong dan mau ke Jogja lagi lewat donasi pendidikan, dapat ikut serta dalam gerakan peduli pendidikan bagi mahasiswa daerah. Gerakan ini memprioritaskan dukungan sembako serta paket internet bagi mahasiswa yang berasal dari Nusa Tenggara Timur, Papua, Sumatera dan beberapa daerah lainnya. Informasi lebih lanjut dapat menghubungi pegiat Wahidin54, Thom Sembiring melalui nomor kontak 081227292686.
Editor: Labes Remetwa