In Renwarin (40) mengatakan bahwa dari tahun ke tahun tidak ada perkembangan yang signifikan di Pasar Masrum. Menurut Renwarin, jumlah pedagang tidak terkendali, bahkan melebihi daya beli masyarakat.
“Seng (tidak) ada perkembangan, malahan masyarakat mengeluh setiap hari,” kata Renwarin.
Ia menambahkan bahwa pedagang mengalami kesulitan. Hampir setiap hari mereka harus membuang sayur yang tidak laku.
Masalah lain adalah Pasar Sayur terkesan terkurung, menyebabkan pembeli enggan berbelanja. Sementara para pedagang sayur terlilit hutang kepada rentenir. Turut memicu mereka berburu pembeli di emperan jalan.
Menurut Renwarin, penyebab lain Pasar Masrum kurang pengunjung adalah karena mulai ada kecenderungan masyarakat berharap pada pedagang liar dengan sepeda motor yang sandar di samping rumah warga di kompleks-kompleks.
M (49) menambahkan, pembeli biasanya berbelanja pada pukul 07.00 WIT sampai 12.00 WIT, setelah itu sudah mulai jarang. Sedangkan, menurut Suryati Tamher (70), pembeli mulai beralih ke Pasar Langgur, Maluku Tenggara.
Terkait keramaian di Pasar Baru, Renwarin mengatakan, butuh waktu yang cukup lama untuk aktivitas dan kegiatan jual beli di pasar baru bisa ramai. Untuk itu, Ia mengusulkan sebaiknya Pemkot Tual mengalihkan pasar induk ke Pasar Baru Un.
Namun demikian, kata Renwarin, meskipun mengalihkan pasar induk ke pasar baru Un, perkembangannya akan lambat karena jauh dari Pelabuhan.
Pedagang pilih tetap di Pasar Masrum
Kelima pedagang yang diwawancarai memilih tetap di Pasar Masrum Tual dengan berbagai alasan, diantaranya dekat dengan pelabuhan, merupakan pusat ekonomi, pasar baru masih sepi, belum tersedianya sarana prasarana dan infrastruktur lainnya seperti jalur akses jalan masuk menuju lokasi pasar serta minimnya ketersediaan air bersih, dan pembeli masih terbiasa dengan Pasar Masrum. (timred)