
“Saya menyampaikan secara tegas mengutuk insiden penyerangan warga yang dilakukan secara brutal olah aparat kepolisian sehingga menyebakan 18 warga tidak berdosa terkena luka tembak, “ucap Ketua Komisi I DPRD Maluku
Ambon, suaradamai.com – Komisi I DPRD Provinsi Maluku menggelar Rapat Dengar Pendapat bersama mahasiswa dan sesepuh warga Tamilouw, Kecamatan Amahai, Kabupaten Maluku Tengah, di ruang Komisi I, Rabu (8/12/2021).
“Saya menyampaikan secara tegas mengutuk insiden penyerangan warga yang dilakukan secara brutal olah aparat kepolisian sehingga menyebakan 18 warga tidak berdosa terkena luka tembak, “ucap Ketua Komisi I DPRD Maluku, Amir Rumra saat memimpin rapat.
Karena menurut Rumra, apapun langkah yang dilakukan pihak kepolisian harus melalui protap atau SOP sehingga ini juga bisa dikatakan melanggar Hak Asasi Manusia (HAM), beda dengan cara penegakan kasus teroris, sehingga apapun yang dilakukan sebelum melakukan penyisiran di Desa Tamilouw harus terlebih harus disampaikan kepada pemerintah desa setempat. Namun hal itu sama sekali tidak dilakukan sesuai apa yang telah disampaikan warga dalam pertemuan.
“Proses apapun yang dilakukan aparat kepolisian, secara aturan pemerintah desa harus diberi tahu karena ada protapnya, yah paling tidak tuan rumah harus tahu, apalagi mereka turun dalam kondisi orang baru selesai sholat Subuh, warga akhirnya jadi panik dan ketakutan. Apalagi peluru yang digunakan peluru yang bisa mematikan,”ujarnya.
Olehnya itu Komisi I, Kata Rumra, secara tegas mengutuk tindak yang dilakukan aparat Brimob dan untuk mengetahui secara jelas, Hari ini, Kamis (9/12/2021) Komisi juga akan mengundang Kapolda Maluku dan Kapolres Malteng.
Namun yang menjadi pertanyaan, puluhan personil polisi dari satuan Brimob dengan menggunakan senjata lengkap dan peralatan perang seperti Barakuda sebanyak 2 unit, Water Canon sebanyak 1 unit, dan mobil truk milik satuan perintis sebanyak 6 unit dengan total kendaraan sebanyak 24 unit tiba-tiba mendatangi Desa Tamilouw, sekitar pukul 05.20 WIT pagi, untuk melakukan penangkapan terhadap para pihak, yang pernah dimintai keterangan terkait kasus pembakaran kantor Negeri Tamilouw pasca peristiwa bentrok dua desa bertetangga, Tamilouw dan Sepa beberapa waktu lalu. Anehnya belum ada penetapan tersangka tapi pihak kepolisian sudah melakukan penangkapan sehingga ini sudah menyelahi SOP.
“Terkait fakta-fakta yang disampaikan penasehat yang mendampingi warga, itu merupakan bagian dari referens yang nanti akan disampaikan Komisi dalam pertemuan dengan Kapolda, Karena manapun kalau belum ditetapkan sebagai tersangka, lalu dilakukan penangkapan itu sudah salah, karena itu yang menjadi referensi tapi kalau ada bukti-bukti tambahan lain sehingga itu sangat diharapkan dapat diberikan kepada kami untuk bisa mempertanyakan hal itu,”ujar Rumra.
Hal senada juga disamapaikan, anggota Komisi I, Benhur Watubun yang menilai tindakan aparat kepolisian melakukan aksi penembakan terhadap sejumlah masyarakat Tamilou, merupakan tindakan Inprosedural. Apalagi kejadian dilakukan membabi buta.
”Kita minta pertangungjawaban apakah ini dilakukan sesuai SOP Kepolisian atau tidak. Jangan sampai menyulut ketidakpuasan masyarakat lain khususnya warga di Tamilou. Saya minta kita serius. Setelah ini Kami minta tingkatkan ke pimpinan undang Pak Kapolda, lakukan rapat dengar pendapat. Komisi I jadi leading sektor dan pimpinan fraksi sikapi persoalan yang dihadapi masyarakat Tamilouw,”tadasnya.
Editor: Petter Letsoin
Baca juga: