Dia mengatakan, DPR RI masih sebatas menerima usulan dan aspirasi yang disampaikan Bupati dan DPRD KKT.
Ambon, suaradamai.com – Ketua DPRD Provinsi Maluku Lucky Wattimury menegaskan, pertemuan antara Bupati/DPRD Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT) dengan Komisi VII DPR RI belum ada putusan resmi, terkait dengan KKT sebagai daerah penghasil Gas Blok Masela dan pengelola Participating Interest (PI) 10 persen.
Dia mengatakan, DPR RI masih sebatas menerima usulan dan aspirasi yang disampaikan Bupati dan DPRD KKT untuk selanjutnya akan membicarakan dengan pihak-pihak terkait di Jakarta.
Hal tersebut menyusul adanya informasi akan dilakukan revisi Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) Nomor 37 Tahun 2016 tentang ketentuan penawaran PI 10 Persen pada wilayah kerja minyak dan gas bumi.
“Kalau Permen mau ubah itu menjadi kewenangan pusat, tapi buat apa mereka mau ubah. Yang kita lakukan mengikuti aturan yang ada sekarang berkaitan dengan PI 10 persen dan tadi kami sudah melakukan rapat koordinasi antara pimpinan, Dinas ESDM dan Biro Hukum Setda Maluku, juga Direktur PT Maluku Energi. Kita mempelajari keputusan rapat Komisi VII DPR RI dengan Bupati dan DPRD KKT,” jelas Lucky kepada awak media usai memimpin rapat, Kamis (25/3/2021).
Menurut Lucky, setelah menelaah isi keputusan Komisi VII DPR RI, tidak ada hal yang istimewa, karena masih sebatas menerima usulan dan belum ada putusan resmi seperti yang disampaikan Bupati/DPRD KKT dalam rapat dengan Komisi II. Sebagaimana diketahui, Bupati/DPRD KKT meminta agar KKT ditetapkan sebagai daerah penghasil dan juga termasuk daerah terdampak.
“Jadi pertemuan mereka itu, belum ada penetapan KKT sebagai daerah penghasil. Yang ada adalah aspirasi mereka yang diterima untuk nantinya dibahas dengan kementerian terkait, sehingga informasi ini keliru. Kalau pun itu terjadi, silakan aja pemerintah yang bagi dan itu kan kewenangan pemerintah, tapi tetap mengacu aturan yang mana dalam Permen ESDM nomor 37 tahun 2016, jelas Pemerintah Provinsi (Pemprov) mendapat PI 50 persen,” jelas dia.
Itu artinya, lanjut Lucky, kita harus menjadikan aturan sebagai landasan yang harus dipatuhi dan sebaliknya tidak mentaati aturan itu maka akan sangat merugikan kita sendiri.
Apapun yang dilakukan Pemda KKT dan DPRD untuk tetap berjuang, sambung Lucky, itu menjadi hak mereka, sehingga tidak ada kewenangan DPRD maupun Pemerintah Provinsi untuk melarang mereka.
Tapi yang jelas, lanjut Lucky, sangat tidak mudah kalau pemerintah harus mengubah aturan hanya karena persoalan yang ada di Maluku.
Untuk itu lewat pertemuan Pemerintah Provinsi lewat Sekda maupun Kadis ESDM diharapkan dapat memberikan penjelasan yang resmi kepada publik agar tidak ada lagi informasi yang keliru terkait persoalan PI 10 persen.
Editor: Labes Remetwa
Baca juga:
KOMENTAR TERBARU