“It Foeng fo Kut, It Faf fo Banglu”
Berucap dan mendengar ungkapan tersebut bagi orang yang paham bahasa Kei akan berpikir pada suasana perang. Memang benar, bahwa perang di Kei zaman dulu, para pasukan juga menggunakan kut sebagai peluru api untuk membakar kemah/rumah musuh. Pada suatu masa digunakan banglu atau peluru biji besi untuk menembaki musuh.
Kut dalam pengertian sebenarnya adalah sejenis alat penerang yang dibuat dari batangan kering. Biasanya selundang kelapa kering diiris menjadi bagian-bagian potongan kecil agar mudah terbakar. Foeng artinya ikat. Kut di-foeng karena banyak batangan selundang harus disatukan menjadi satu ikatan yang kuat. Kegunaan sebenarnya kut aadalah sebagai alat penerang.
Secara filosofis, batangan-batangan kecil yang diikat adalah kesatuan orang-orang yang terikat dalam satu cita rasa kebersamaan dan satu semangat untuk berjuang.
Banglu berarti peluru, faf berarti menempa. Faf fo banglu artinya menempa menjadi peluru. Besi/logam yang bentuknya biasa harus ditempa sedemikian rupa menjadi peluru yang melayang lurus menuju sasaran tembak. Jikalau besi/logam tidak ditempa menjadi bentuk yang sesuai maka tidak tepat sasaran ketika ditembaki.
Secara filosofis, istilah faf fo banglu berarti merumuskan tujuan yang pasti dan menggodok rencana secara matang untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan.
Jadi, it foeng fo kut, it faf fo banglu berarti “kita terjalin menjadi satu dan kuat untuk mewujudkan suatu tujuan yang telah ditentukan demi kepentingan bersama”.
Dengan kata lain, it foeng fo kut, it faf fo banglu juga berarti bergabung/bersatu menjadi penerang yang kokoh dan menata sesuatu secara baik dan cermat untuk mewujudkan tujuan bersama yang telah ditentukan sebelumnya.
—-
Artikel ini disadur dari Majalah Suara Damai No.18 – Tahun III | Maret 2015