Legislator Maluku Nilai Permendikbud Nomor 6 Tahun 2021 Diskriminatif

Ikuti suaradamai.com dispot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Terhadap juknis itu, anggota DPRD dari fraksi PKB secara spontan menolak adanya pemberlakukan Permendikbud Nomor 6 Tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis (Juknis) BOS reguler.


Ambon, suaradamai.com – Wakil Ketua Komisi IV DPRD Maluku Ruslan Hurasan, menilai Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) tentang petunjuk teknis (juknis) pembatasan Bantuan Operasional Sekolah (BOS), sangat diskriminatif dan mematikan pendidikan di Maluku.

Terhadap juknis itu, anggota DPRD dari Fraksi PKB secara spontan menolak adanya pemberlakukan Permendikbud Nomor 6 Tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis (Juknis) BOS reguler.

Menurut Hurasan, kebijakan pemerintah lewat Permendikbud Nomor 6 Tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis (Juknis) BOS reguler, sangat jelas bertentangan dengan tujuan pendidikan. Pelayanan dasar pendidikan dan pemerataan Pendidikan.

“Kita tolak regulasi yang tidak berpihak kepada dunia pendidikan,”Kata Hurasan lewat rilisnya yang diterima media ini, Jumat (10/9/21).

Pemerintah harus mensupport dan memperkuat sekolah dan madrasah yang jumlah siswanya sedikit lewat kebijakan afirmasi anggaran, jangan hanya serta merta menerapkan aturan tetapi tidak memperhatikan sekolah yang jumlahnya sedikit lalu tidak perkenakan menyalurkan dana BOS kepada mereka dan itu tidak adil.

”Ini bukan mematikan dengan tidak memberikan dana BOS. Tapi pemerintah harus juga menunjang sekolah dan madrasah yang jumlah siswanya sedikit, bukan sebaliknya mematikan mereka, meskipun sekolah atau madrasah jumlahnya siswanya sedikit baik negeri maupun swasta, tapi mereka sama-sama bertanggungjawab terhadap pendidikan masa depan anak-anak kita,”tegasnya.

Ironisnya lagi jika sekolah atau madrasah yang  berada di desa-desa, pegunungan, pulau-pulau terluar, di pinggiran dan lain sebagainya, bagaimana nasib mereka jika pemerintah tidak lagi memberikan dana BOS, pasti akan berdampak pada kelanjutan pendidikan anak bangsa yang ada di daerah-daerah tersebut.

”Meskipun memang jumlah anak wajib belajar tidak banyak, dengan alasan geografis daerah  yang mengharuskan sekolah itu harus ada dilokasi  tersebut dan itu sudah sangat membantu anak-anak kita yang ada di daerah-daerah itu, jadi marilah kita sama-sama juga bisa melihat kondisi itu,”terangnya.

BOS kata, Hurasaan, sangat membantu opersional di sekolah, sehingga apapun bentuknya BOS  tetap sangat dibutuhkan di dunia pendidikan. Mengingat BOS paling sangat dibutuhkan untuk biaya operasiona.

“Harusnya pemerintah bisa melihat kembali nominal jumlah siswanya, khusus sekolah atau madrasah yang karena keadaan jumlah siswanya kurang dari 60, bukan sebaliknya menghilangkan untuk tidak terima BOS,”kesalnya.

Jika pemerintah tetap memaksakan Permendikbud tetap diterapkan, maka dikuatirkan pasti banyak anak bangsa yang putus sekolah, sehingga pa yang diharapkan pemerintah lewat wajib belajar (Wajar) pasti akan dan tidak tercapai.

Sementara rata-rata ada di pendidikan dasar, sehingga akan berdampak pada IPM akan turun, APK kita juga turun dan  ini jelas sangat bertentangan dengan amanat UU Sisdiknas,”Bahwa Pendidikan untuk Semua dan bukan monopoli kapitalis,”tandasnya.

Hal yang sama juga akan berpengaruh pada nasib para guru dan tenaga kependidikan ikut terancam.”Kita kuatir juga dengan regulasi itu, sebab bisa mengancam sertifikasi para guru juga ikut dihilangkan,”tutupnya.

Editor: Petter Letsoin


Baca juga:

Ikuti suaradamai.com dispot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ronald Tethool

Sosok inspiratif yang berhasil memajukan pariwisata Ngurbloat, Kepulauan Kei, Maluku.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -

KOMENTAR TERBARU