Baik Esomar maupun Tharob menyatakan, hingga saat ini, petani di Abean Raya belum bergerak untuk menggarap lahan bawang merah karena tidak ada bibit.
Langgur, suaradamai.com – Terjadi penurunan produktivitas bawang merah di Ohoi Kamear, Kecamatan Kei Kei Kecil Timur, Kabupaten Maluku Tenggara (Malra). Ohoi Kamear termasuk dalam Sentra Produksi Bawang Merah di Malra bersama dua ohoi lainnya, Watngon dan Yafavun. Ketiga ohoi ini juga disebut Abean Raya.
Petani Ohoi Kamear, Jamaludin Esomar mengatakan, saat panen raya tahun 2018 di ketiga ohoi, petani berhasil memproduksi bawang merah sebanyak 240 ton. Namun di tahun 2019, mengalami penurunan yang cukup signifikan.
Menurunnya jumlah produksi di tahun 2019 diakibatkan karena keterlambatan penyaluran bibit. Bibit yang seharusnya sudah diterima sebelum musim tanam pada Mei, molor hingga Agustus.
“Bibit yang diberikan pemerintah itu datang sudah terlambat. Dan saat itu, kami tanam sudah di musim panas, akhirnya memang kami tidak berhasil,” ungkap Esomar kepada awak media ini di Ohoi Kamear, Rabu (24/1/20).
Ia menambahkan, kegagalan pada Agustus disebabkan oleh ketersediaan air yang kurang memadai di wilayah tersebut.
“Memang pemerintah telah membangun irigasi, sumur dan tempat penampungan lainnya. Tapi masalahnya, sumur yang dibangun di sekitar lahan itu tidak ada mata air. Jadi sumur itu dibangun sia-sia saja,” ungkapnya.
Petani lainnya, Usman Tharob menambahkan, pemerintah daerah melalui Dinas Pertanian Malra telah menyediakan 2 sumur bor dan 2 sumur gali. Namun, pemerintah hanya sekedar membangun saja tetapi tidak memperhitungkan keberadaan sumber air.
“Kami kecewa juga dengan pemerintah ini, su tau di situ seng ada mata air tapi sengaja bangun saja. Padahal, tanah di sini sangat cocok untuk tanam bawang merah,” ujarnya.
Esomar menjelaskan, terdapat dua musim produksi bawang merah. Musim pertama biasanya dilakukan pada awal Mei dan musim kedua pada Juli atau Agustus.
“Musim terbaik itu Mei dan hasilnya memuaskan. Kalau Juli/Agustus itu kan sudah musim panas, hasil produksi su seng memuskan lai, bawang akan su kecil-kecil,” katanya.
Ia menambahkan, lama produksi bawang merah berkisar 2 bulan 15-20 hari. Berhasil atau tidak, sangat bergantung pada waktu tanam.
“Kalau tanam bawang merah ini, biasanya tepat musim seperti di tahun 2018 itu, beta yakin jumlah produksi dan kualitas produksi akan tetap stabil. Selain itu, semua ini kan juga tergantung bibit, jadi kalau katong pung ada sendiri, dan tidak bergantung lagi ke pemerintah, beta jamin pasti berhasil,” tegasnya.
Baik Esomar maupun Tharob menyatakan, hingga saat ini, petani di ohoi Abean belum bergerak untuk menggarap lahan bawang merah karena tidak ada bibit.
Ketersediaan Bibit dan Pupuk
Menurut Tharob, bibit umbi bawang bisa bertahan selama 3 bulan. Lebih dari itu bawang akan menyusut.
“Pemerintah anjurkan untuk katong sediakan bibit. Tapi kalau hujan turun selama 4 atau 5 bulan, bibit itu katong su seng bisa pake lagi. Bawang itu, mau kasi gantung ka kasi tidur begitu saja ka, pasti bawang susut sendiri sampe habis,” katanya.
Esomar menambahkan, produksi yang banyak pada tahun 2018 memungkinkan petani untuk menyediakan bibit pada musim tanam pertama 2019. Sayangnya, di awal tahun 2019, terjadi hujan dengan intensitas tinggi sehingga banyak bibit yang rusak.
“Bibit waktu itu banyak yang rusak. Memang ada sedikit yang baik, tapi seng cukup untuk katong tanam. Ya jadi untuk tahun ini (2019) memang bisa dibilang katong seng berhasil,” ujar Esomar.
“Biasanya beta sediakan bibit 500 sampai 600 kilogram. Tapi di saat musim hujan dan kemarau panjang kemarin jadi, bibit-bibit itu beta jual saja, dari pada rusak, beta rugi,” tambahnya.
Di gudang penyimpanan bawang merah yang ada di Ohoi Kamear saat ini tersedia bibit. Tetapi bibit tersebut tidak bisa digunakan lagi, karena sudah rusak.
Konstruksi gudang penyimpanan bawang merah di Ohoi Kamear masih sederhana. Gudang tersebut berukuran 6×9 meter dengan kapasitas daya tampung sebanyak kurang lebih 2 ton.
Terkait pupuk, Esomar mengatakan, petani saat ini masih bergantung pada pemerintah. “Pupuk yang disalurkan pemerintah untuk waktu satu tahun hanya satu kali. Itu pun dibagi untuk 3 ohoi di sentra produksi Abean Raya,” terangnya.
Tharob dan Esomar menyatakan, petani di Ohoi Kamear saat ini masih membutuhkan pendampingan serius dari Dinas Pertanian.
“Kami berharap pemerintah jangan melepas kami begitu saja, karena jujur kami belum bisa mandiri. Apalagi dengan bibit bawang yang begitu mahal, kami belum bisa menyediakannya sendiri, jika nanti katong su berhasil untuk sediakan bibit sendiri, pasti katong su seng akan bergantung lagi ke pemerintah,” pinta mereka. (gerryngamel/labesremetwa)