Ambon, suaradamai.com – Provinsi Maluku ditetapkan sebagai salah satu daerah percontohan pembangunan rendah karbon di Indonesia. Program ini merupakan kerja sama Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Inggris yang telah terjalin beberapa tahun terakhir, untuk mendukung pembangunan berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Selain Maluku, tiga provinsi lain yang menjadi fokus program adalah Sumatera Utara, Bengkulu, dan Nusa Tenggara Barat (NTB). Khusus Maluku, dipilih karena karakteristiknya sebagai provinsi kepulauan dengan basis ekonomi kelautan yang tinggi.
“Kenapa Maluku? Karena berbeda dengan NTB maupun provinsi lain, Maluku memiliki basis ekonomi laut. Jadi isu pembangunan rendah karbon di sini akan berbeda dibanding wilayah lain,” jelas Wakil Ketua II DPRD Maluku, Johan Johanis Lewerissa, SH, MH, saat diwawancarai di Hotel Santika Ambon, Selasa (16/9/2025).
Ia menegaskan, program ini akan membantu Maluku memiliki rencana khusus pembangunan rendah karbon yang selaras dengan RPJPD dan RPJMD.
“Harapannya sejalan dengan kebijakan pusat, sekaligus menarik kolaborasi dari berbagai pihak. Pemerintah sudah memulai, sekarang saatnya semua elemen ikut terlibat,” tambahnya.
Menurutnya, tantangan perubahan iklim semakin nyata, termasuk di Maluku. Abrasi pesisir, kenaikan permukaan air laut, hingga banjir ekstrem seperti yang terjadi di Bali menjadi peringatan serius.
“Dalam 10 tahun terakhir, beberapa garis pantai di Indonesia menyusut hingga 9–11 meter. Artinya hampir 1 meter per tahun. Ini nyata, termasuk di Maluku,” ungkapnya.
Karena itu, pembangunan rendah karbon tidak hanya difokuskan pada pesisir, tetapi juga penguatan infrastruktur darat seperti drainase dan gorong-gorong untuk menopang ketahanan iklim di daerah.
Melalui program ini, Maluku diharapkan mampu menjadi model pembangunan rendah karbon di wilayah kepulauan, dengan memadukan perlindungan laut, pengelolaan pesisir, dan pembangunan darat secara berkelanjutan.