Sebagai langkah awal dalam upaya pemberdayaan masyarakat adat, Samdhana Institute bersama mitra menggandeng empat marga di dua distrik di wilayah adat Moskona.
Bintuni, suaradamai.com – Samdhana Institute bersama mitranya, Transformer Plus Indonesia dan Agromos Bintuni, mendorong pengembangan tiga komoditas perkebunan di wilayah adat Suku Moskona, Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat. Tepatnya di Distrik Merdey dan Distrik Masyeta.
Project Coordinator PERMATA – Samdhana Institute, Tony Hutabarat, menjelaskan bahwa sebagai langkah awal dalam upaya mendorong pemberdayaan masyarakat lokal, Samdhana menggandeng empat marga di kedua distrik. Keempat marga tersebut adalah Marga Ogoney, Yen, Yec, dan Masakoda.
“Kenapa [empat marga]? Karena keempat marga ini sudah mendapatkan pengakuan hak-hak wilayah adat mereka. Dan satu diantaranya, Marga Ogoney, sudah mendapatkan pengakuan terhadap hutan adat mereka,” kata Tony, Selasa (23/9/2025).
Tony menuturkan, upaya pemberdayaan dimulai pada 2023 lalu dengan melakukan survei dan asesmen. Dari hasil tersebut, ditemukan tiga komoditas perkebunan yang potensial untuk dikembangkan, yaitu pala, nanas, dan buah merah.
“Kami mulai mengembangkan itu dari tiga komoditas ini, terutama nanas. Pengembangannya adalah menjual produk secara langsung dan mengolah menjadi produk lain seperti sirup,” kata Tony.
Menurut Tony, tiga komoditas tersebut sebelumnya belum pernah dijual di Pasar Bintuni karena terkendala transportasi.
“Transportasi dari kedua distrik ini ke bawah (kota) cukup mahal, biayanya. Dan akhirnya mereka punya nanas di sana dikonsumsi sendiri dan tidak ada nilai ekonominya karena tidak dijual,” ungkap Tony.
Pada akhir 2024 lalu, Samdhana dan mitra melakukan percobaan penjualan nanas di Pasar Bintuni. Hasilnya terserap sekitar 4 ton nanas pada masa panen November 2024 sampai Februari 2025. Ini menunjukkan daya beli untuk komoditi ini di pasar lokal cukup menjanjikan.
“Kalau dikalikan harga jual nanas itu Rp11 ribu atau Rp10 ribu, berarti mereka sudah ada Rp40 juta uang yang beredar di sana,” ungkap Tony.
Namun, menurut Tony, komoditi nanas yang ada di kedua distrik belum mengikuti pola tanam yang ideal. Sehingga hanya dapat dipanen pada November hingga Februari.
“Karena kondisi tanahnya subur, nanasnya bagus, besar-besar. Bayangkan kalau misalnya nanas itu ditanam dengan pola tanam yang lebih serius, lebih ideal, pasti kualitas dan kuantitasnya akan bertambah. Itu yang sedang kami upayakan,” ujar Tony.
Untuk itu, Tony menambahkan, pihaknya juga tengah bekerja sama dengan Politeknik Pembangunan Pertanian (Polbantan) dalam rangka memberikan penyuluhan kepada masyarakat adat. Diharapkan melaui kerja sama ini dapat menjawab masalah pola tanam. Targetnya dua kali panen dalam setahun.
Akses jalan jadi masalah
Tony menjelaskan, salah satu kendala utama dalam pemasaran nanas, pala, dan buah merah adalah kondisi akses jalan yang belum memadai. Hal ini membuat biaya transportasi dari Distrik Merdey dan Masyeta sangat tinggi.
“Ongkos transportasi dari atas (distrik) ke bawah (kota), itu Rp3 juta per sekali jalan. Kalau mereka bawa nanas dari atas ke bawah, paling tidak satu mobil itu bisa memuat 1,5 ton atau 2 ton,” ungkap Tony.
Karena itu, pihaknya berharap dukungan dari berbagai pihak, terutama pemerintah daerah, untuk menyediakan mobil operasional dan melakukan perbaikan jalan. Langkah ini diharapkan dapat memperlancar pemasaran sekaligus meningkatkan pendapatan masyarakat.
Editor: Labes Remetwa
Klik DI SINI untuk ikuti VIDEO BERITA dari Kabupaten Teluk Bintuni