Menghentikan praktik penambangan pasir di Maluku Tenggara memang dilematis.
Langgur, suaradamai.com – Leading sector pembangunan di Kabupaten Maluku Tenggara adalah perikanan dan pariwisata. Malra merupakan wilayah kepulauan dengan ekosistem laut yang cukup subur dan panorama alam yang indah.
Sayangnya potensi ini mulai terancam. Aktivitas manusia yang tidak bertanggungjawab seperti pemboman ikan, penggunaan akar tuba untuk menangkap ikan, dan lain sebagainya, termasuk penambangan pasir paling mengancam sektor perikanan maupun pariwisata.
Praktik penambangan pasir ini sudah lama dilakukan. Ada yang menambang di pinggir pantai, bahkan mengeruk pasir dari dasar laut di laut dangkal maupun laut dalam dengan menggunakan alat penghisap dan juga sekop rakitan.
Banyak pemerhati lingkungan mulai buka suara. Di Kabupaten Maluku Tenggara, dalam diskusi di grup-grup media sosial facebook akhir-akhir ini banyak membahas “operasi perusakan lingkungan” pantai Ngur Mun Vat Wahan di Ohoi Ohoidertutu, Kecamatan Kei Kecil Barat, Kabupaten Maluku Tenggara. Ironisnya, penambangan pasir di tempat itu sudah hampir menyentuh bibir pantai.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Malra Nurjanah Yunus menyatakan, penambangan pasir di sejumlah kawasan pesisir pantai di Kabupaten Maluku Tenggara masih terus terjadi dan mengkhawatirkan karena bisa merusak lingkungan, abrasi maupun terganggunya ekosistem laut.
“Catatan kami, ada sejumlah kawasan yang pasirnya dikeruk atau ditambang untuk diperjualbelikan, di antaranya Ohoidertutu, Madwaer (Kecamatan Kei Kecil Barat), dan Ohoidertawun Bawah, Sathean (Kecamatan Kei Kecil),” katanya seperti dilansir Antara (11/10/2020) lalu.
Menghentikan praktik penambangan pasir memang dilematis. Hari ini pembangunan semakin gencar dilakukan seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan kebutuhan fasilitas di daerah. Pembangunan yang pesat ini juga dapat meningkatkan pendapatan para penggarap lahan di tempat penambangan. Namun di sisi lain praktik penambangan pasir ini merusak lingkungan. Kabar buruknya, kita butuh waktu lama, bahkan hampir mustahil untuk mengembalikan ekosistem di area pertambangan kembali seperti semula.
Dosen Program Studi Agrowisata Bahari Politeknik Perikanan Negeri Tual Melisa Renyaan menjelaskan, penambangan pasir tidak boleh dilakukan di tempat yang jarak antar pulaunya dekat dan juga di kedalaman kurang dari 10 m.
Jika itu tidak diperhatikan, maka dapat menyebabkan air laut jadi keruh, tempat memijah ikan tidak ada, abrasi, banjir air laut atau (ROB), yang kemudian berdampak pada kesulitan nelayan mendapatkan ikan dan juga mengganggu aktivitas berwisata.
“Sekarang ini mungkin belum terlalu terlihat. Tapi dalam jangka waktu panjang itu pasti ada dampaknya,” jelas Melisa kepada reporterr suaradamai.com di kediamannya, Rabu (2/12/2020).
Untuk mengatasi persoalan ini, Melisa menyarankan kepada pemerintah daerah untuk menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) terkait penggunaan pasir. Itu harus dilakukan agar dapat mengatur penggunaan/pengambilan pasir dengan bijak.
“Kegiatan kita yang berhubungan dengan pengelolaan sumberdaya alam dalam suatu kawasan harus ada Perdanya, supaya mengatur dengan sangat detail apa-apa saja yang boleh diambil, jumlah dan kualitasnya. Jadi memang penting sekali Perda,” jelas Melisa.
Melisa menjelaskan, Pemda punya Balitbang yang bisa meneliti stok pasir di Maluku Tenggara. Dari situ dapat diproyeksikan penggunaan pasir dalam jangka tertentu. Kemudian dijadikan acuan untuk pembuatan Perda.
“Pemda memang bisa melihat sendiri aktivitas yang ada. Pasti mereka (Pemda) sudah punya data tentang pengambilan pasir. Tetapi ada baiknya melalui kajian ilmiah yang komprehensif supaya jelas arahnya ke mana,” paparnya.
Editor: Labes Remetwa
Harus ada Perda untuk mengatur penggunaan pasir dengan bijak.
Baca juga:
- Film “Sobian/Berdoa” dari Polikant Masuk 30 Besar FFMI Tahun 2020
- Polikant Dapat Bantuan Gedung Industri dan Bisnis Perikanan Lengkap dengan Sarana Pendukungnya
- Polikant dan Kodim 1503/Tual Komitmen Doktrin Wawasan Kebangsaan bagi Mahasiswa
- 100 Mahasiswa Polikant Ikut Seminar Bela Negara dan Wawasan Nusantara