Ungkap Lima Persoalan Pendidikan, GKC Minta Pemda Malra Buka Ruang Kerja Sama

Ikuti suaradamai.com dispot_imgspot_imgspot_imgspot_img

GKC soroti masalah penyebaran guru hingga mata pelajaran muatan lokal.


Langgur, suaradamai.com – Komunitas relawan pendidikan di Kepulauan Kei, Gerakan Kei Cerdas (GKC), mengungkap sedikitnya lima persoalan utama dalam dunia pendidikan di Kabupaten Maluku Tenggara.

Hal ini disampaikan dalam audiens antara Komisi II DPRD Malra dengan GKC, Ikatan Guru Honorer Maluku Tenggara lulusan tahun 2017, dan Dinas Pendidikan di ruang kerja komisi tersebut, Kamis (16/7/2020).

Masalah pertama adalah penyebaran guru belum merata, terutama di Pulau Kei Besar. Padahal rasio guru dan siswa di Malra, menurut data yang dihimpun GKC, tingkat SD adalah 1:16, SMP 1: 13, SLB, 1:8, SMK 1:7, dan SMA 1:13.

Baca juga: Komisi II DPRD Malra Terima GKC dan Ikatan Honorer Malra Bahas Masalah Pendidikan

Yang kedua adalah gaji guru honorer. Gaji yang kecil mengakibatkan kinerja guru honorer tidak maksimal. “Kami membuat perbandingan gaji seorang guru honorer dengan gaji seorang penjaga toko di Cinhok. Berbeda jauh. Guru honorer dapat paling tinggi Rp 500 ribu, penjaga toko di Cinhok dapat Rp 1,2 – 1,8 juta,” kata juru bicara GKC, Koko Jeujanan.

Peningkatan kapasitas dan kualitas guru yang lemah adalah masalah ketiga. GKC harap Pemda segera menangani persoalan ini agar pola pengajaran selalu terupgrade.

Masalah keempat adalah pemanfaatan perpustakaan. Perpustakaan lebih identik dengan gudang sekolah, kata Koko. “Setiap sekolah yang dikunjungi, yang kami dapatkan adalah sarang laba-laba,” ungkap Koko menunjukkan bahwa perpustakaan tidak tersentuh.

Baca juga: GKC Berinisiatif Perkenalkan Kembali Permainan Tradisional

Kelima, mata pelajaran muatan lokal tidak ada di kurikulum sekolah. Padahal misi Bupati yang kelima adalah mengembangkan pembangunan berbasis kewilayahan dengan pendekatan prosperity aproach berbasis budaya, kearfian lokal dan masyarakat hukum adat.

Koko menambahkan, pemerintah daerah tidak dapat menyelesaikan masalah pendidikan jika bergerak sendiri. Karena itu, kerja sama yang baik antara pemerintah dan setiap komunitas pendidikan sangat perlu dilakukan.

Gerakan Kei Cerdas

Pada tahun 2017, alumi Seminari St. Yudas Thadeus Langgur menggelar reuni. Mereka berdiskusi bagaimana cara membangun Kepulauan Kei. Diskusi itulah yang kemudian melahirkan Gerakan Kei Cerdas, salah satu komunitas pemerhati pendidikan.

Dengan motto “non scholae, sed vitae discimus,” – sebuah kalimat dalam bahasa Latin yang artinya kita belajar bukan untuk sekolah melainkan untuk hidup – Gerakan Kei Cerdas memiliki empat misi, di antaranya Kei Membaca, Kei Berbudaya, Kei Kreatif, dan Kei Mengajar.

Melalui Kei Membaca, GKC hadir untuk meningkatkan kemampuan literasi masyarakat Kepulauan Kei, terutama anak-anak dengan cara pengembangan perpustakaan, penyaluran buku, dan peningkatan kapasitas pengelolaan perpustakaan. GKC juga berupaya mengisi kekurangan guru melalui misi Kei Mengajar. Mereka menggunakan metode pengajaran “mengajar sambil bermain”. Dalam misi yang ketiga, Kei Kreatif, GKC mengembangkan kreativitas anak-anak melalui permainan tradisional untuk mengasa kreativitas berpikir dan motorik anak. GKC juga memfasilitasi pendalaman tatanan hidup, bahasa, dan tradisi masyarakat Kei.

Baca juga: Buka Lomba Permainan Tradisional, Wali Kota Tual Main Kayu Katri

Untuk menjalankan empat misinya, GKC bekerja dengan metode innovation (inovasi), community (komunitas), dan networking (jaringan). Setiap anggota GKC diberikan kebebasan untuk berkreasi menjalankan program dengan pemikiran yang inovatif. Dalam pergerakannya, GKC selalu bersama-sama melakukan kegiatan yang diprioritaskan pada tempat yang kurang mendapat perhatian pendidikan. Yang ketiga, GKC beker jasama dengan beberapa komunitas besar, seperti Sahabat Peduli Indonesia (SPI), Heka Leka, Gernasta, dan individu-individu yang memiliki kapasitas bidang pendidikan.

Banyak kegiatan sudah diselengarakan. GKC menyasar anak-anak TK, PAUD, dan SD, terutama anak-anak yang tidak mencicipi pendidikan formal. GKC bersama SPI, Heka Leka dan Gerakan Sehat Cerdas pernah menyelenggarakan festival pendidikan di Kecamatan Kei Kecil Barat, Kabupaten Maluku Tenggara. Kegiatan besar lainnya yaitu festival permainan tradisional di Kota Tual yang dibuka langsung oleh Wali Kota Tual Adam Rahayaan. Selain itu, setiap Sabtu, relawan pendidikan itu mengajar di “Sekolah Kita”, tempat belajar yang dibangun oleh komunitas di Rev Vat Wahan, Perumnas.

Tidak hanya kegiatan di atas, GKC bahkan sudah memiliki sekolah binaan tersebar di kedua daerah, yakni SD NK Ohoidertom, SD Inpres Selayar, SD NK Iswadi, SDN Ngadi, dan SD NK Dullah Laut. “Setiap kali turun ke sekolah binaan, GKC selalu menyalurkan bantuan buku”.

Editor: Labes Remetwa

Ikuti suaradamai.com dispot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ronald Tethool

Sosok inspiratif yang berhasil memajukan pariwisata Ngurbloat, Kepulauan Kei, Maluku.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -

KOMENTAR TERBARU