Penulis: Gerry Ubra,S.Pd,Gr, Guru SMA Negeri 1 Tual
Program Pendidikan Guru Penggerak (PGP) telah menjadi salah satu inisiatif transformasional dalam dunia pendidikan Indonesia. Namun, pencabutan program ini per awal 2025 menimbulkan kekhawatiran di tengah tuntutan baru dunia pendidikan, terutama menyangkut penguasaan teknologi, penguatan literasi digital, hingga kesiapan menghadapi era Artificial Intelligence (AI) dan coding yang kini mulai masuk ke kurikulum.
Sejak diluncurkan pada 2020, PGP telah meluluskan lebih dari 60.000 guru dari seluruh Indonesia. Program ini tidak hanya membentuk guru sebagai agen perubahan di sekolah-sekolah, tetapi juga membekali mereka dengan keterampilan abad 21, termasuk literasi digital dan adaptasi terhadap teknologi cerdas.
Banyak lulusan PGP yang telah menjadi penggerak transformasi digital di sekolah, mendorong penggunaan teknologi dalam pembelajaran, dan memfasilitasi pelatihan coding dasar untuk siswa. Mereka juga menjadi pionir integrasi AI dalam proyek sekolah.
Namun, pencabutan PGP menimbulkan pertanyaan tentang siapa yang akan memimpin transisi ini di sekolah jika program ini dihentikan. Guru Penggerak selama ini menjadi garda depan dalam mentransformasikan pembelajaran konvensional ke arah digital dan adaptif.
Dengan dihentikannya PGP, banyak kalangan menilai akan terjadi kekosongan dalam regenerasi pemimpin pembelajaran yang adaptif terhadap teknologi. Tanpa Guru Penggerak, transformasi pendidikan digital bisa kehilangan arah.
Komunitas Guru Penggerak berharap agar pencabutan program tidak serta-merta menghilangkan ruh gerakannya. Mereka mengusulkan agar nilai-nilai PGP tetap diintegrasikan ke dalam program pelatihan guru lain, terutama untuk menghadapi kurikulum yang semakin berbasis teknologi.
Beberapa usulan dari komunitas pendidik antara lain mengintegrasikan pelatihan coding dan AI ke dalam program pengembangan profesional berkelanjutan, memanfaatkan alumni Guru Penggerak sebagai fasilitator literasi digital di daerah masing-masing, dan mengembangkan Guru Teknopedagogik.
Di tengah arus digitalisasi, coding, dan kecerdasan buatan yang mulai masuk ke ruang kelas, Indonesia membutuhkan guru yang tidak hanya mampu mengikuti, tapi memimpin perubahan. Pendidikan Guru Penggerak telah membuktikan diri menjadi fondasi penting menuju ke arah itu.
Pencabutannya harus dibarengi dengan arah baru yang lebih adaptif dan terencana, agar semangat transformasi tidak padam, dan anak-anak Indonesia tetap dipimpin oleh guru yang tangguh di era teknologi. “Jika era baru pendidikan membutuhkan guru yang paham teknologi, maka Guru Penggerak adalah jawabannya. Jangan biarkan gerakan ini berhenti hanya karena programnya dihentikan.”
*Opini ini merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera dan bukan merupakan tanggung jawab redaksi Suaradamai.com
KOMENTAR TERBARU