Selama ini, memang banyak penelitian tentang biofouling dan penyakit ice-ice pada rumput laut telah dilakukan, namun, terbatas hanya pada lingkungan laboratorium. Kini, Tim peneliti Polikant mulai menguji langsung di perairan.
Langgur, suaradamai.com – Tim Peneliti dari Politeknik Perikanan Negeri Tual (Polikant) yang terdiri atas dosen dan mahasiswa, mulai meneliti cara penanganan biofouling dan penyakit ice-ice pada budidaya rumput laut.
Riset ini dilakukan demi menjawab masalah biofouling (tempelan berupa lumut, kerang-kerangan pada alat budidaya) dan penyakit ice-ice pada rumput laut yang sering dihadapi pembudidaya tiap tahun, terutama pada bulan September-Desember.
Kepada Suaradamai.com di Langgur, (28/9/2022), Ketua Tim Peneliti Dr. Ir. Celcius Waranmasalembun, M.Si menuturkan, selama ini memang sudah banyak penelitian yang dilakukan untuk coba menjawab persoalan di bidang budidaya perikanan itu. Namun, kebanyakan masih terfokus pada skala laboratorium.
Ada hasil penelitian, menurut Dr. Waran, yang memang berhasil. Tetapi, itu pun belum sukses diterapkan di lingkungan perairan.
Sebab itu, kali ini, bersama empat dosen lain dari berbagai bidang perikanan, yaitu Anna Kartika Ngamel, S.Pi, M.Si (Agribisnis), Irene Paula Renjaan, S.Pi, M.Si (Agribisnis), Yuliana Anastasya Ngamel, S.Pi, M.Si (Penangkapan), Dullah Irwan Latar, S.Pd, M.Si (Bioteknologi) dan sejumlah mahasiswa, mereka melakukan penelitian lanjutan sekaligus pengabdian dengan melibatkan pembudidaya rumput laut di tiga lokasi berbeda.
“Kenapa sampai pengabdian, karena katorang melibatkan masyakarat. Turun, amati sama-sama. Hasil dari apa yang kita lakukan, bisa dilihat dan dimanfaatkan oleh mereka (pembudidaya). Itu yang ingin kita capai dari pengabdian. Kemudian, data perkembangannya, itu sebagai data penelitian kita. Kita akan mendapatkan sebuah metode standar. Itu yang kita harapkan,” kata Dr. Waran menegaskan program penelitian dan pengabdian berjalan sekaligus.
Sebelum penelitian ini, tahun lalu tim telah berhasil menemukan dua bahan lokal melalui uji laboratorium, yang dapat digunakan untuk menangani biofouling dan penyakit ice-ice. Dua bahan lokal itu adalah lamun atau Enhalus acoroides (Kei: ubun) dan daun krinyuh atau Chromolaena ordorata (Kei: lafetar).
Hasil pengujian itulah yang kini dilanjutkan untuk skala lebih besar di tiga perairan tersebut. Pengujian pertama di Ohoi/Desa Sathean Kecamatan Kei Kecil Kabupaten Maluku Tenggara, mewakili perairan tertutup. Kedua di Ohoi Fiditan Kecamatan Dullah Selatan Kota Tual, mewakili perairan semi tertutup. Ketiga di Ohoi Ohoililir Kecamatan Manyeuw Kabupaten Maluku Tenggara, mewakili perairan terbuka.
Menurut Dr. Waran, pihaknya telah memulai pengujian pertama di Ohoi Sathean sekitar sebulan lalu. Sementara untuk dua lokasi lain akan dilakukan dalam waktu dekat.
“Kalau di Fiditan, kita rencananya minggu lalu tetapi bertepatan dengan kunjungan Presiden. Ditambah lagi dengan ada tim yang masuk sebagai anggota Pesparani. Sementara di Ohoililir, dari pihak desanya belum bisa karena belum menyelesaikan hak-hak rakyat. Diharapkan BLT rakyat sudah dibayarkan sehingga ketika diundang, mereka datang, itu mereka termotivasi,” kata Dr. Waran menjelaskan alasan keterlambatan penelitian.
Lamun dan lafetar
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Dr. Waran dkk, lamun dan lafetar memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan bakteri penyebab penyakit ice-ice yang menyerang rumput laut.
“Berbagai literatur juga menceritakan bahwa senyawa yang dikandung oleh dua bahan ini juga punya kemampuan sebagai antifouling. Artinya punya kemampuan menghambat biota yang menempel,” tambah Dr. Waran
Lamun atau Enhalus acoroides (Kei: ubun) mengandung senyawa antibakteri/antifouling berupa alkaloid, steroid, flavonoid, phenol, tanin. Sementara daun krinyuh atau Chromolaena ordorata (Kei: lafetar) mengandung senyawa Senyawa antibakteri/antifouling berupa fenol, flavonoid, tanin, alkaloid, saponin.
Selain sebagai antibakteri/antifouling, Dr. Waran dkk berharap, dua bahan ini dapat memicu pertumbuhan rumput laut.
Metode pengujian dan hasil
Dalam pengujian ini, Dr. Waran dkk menggunakan metode perendaman. Untuk sementara, mereka yakin, ini adalah metode yang paling efektif.
Caranya, bahan lamun dihaluskan kemudian dicampur dengan air laut. Diaduk dan direndam selama 5-10 menit. Selanjutnya, rumput laut dan tali budidaya dicelupkan 2-3 menit. Kemudian diangkat dan dibiarkan 2-3 menit. Dimasukkan kembali ke air laut dan siap untuk dibudidayakan. Cara yang sama juga dilakukan dengan bahan lefitar.
Dr. Waran menambahkan, penelitian direncanakan berjalan selama satu tahun, dalam dua tahap.
Tahap pertama pada bulan September-Desember karena merupakan puncak serangan ice-ice, menurut pengakuan para pembudidaya. Kemudian penelitian tahap kedua pada Maret-Mei.
“Jadi kita uji pada dua musim serangan. Tahun ini pada bulan ini sampai Desember. Tahun depan pada Maret-Mei,” jelas Dr. Waran.
Dr. Waran menambahkan, saat ini masih dalam proses penelitian. Sehingga hasilnya baru akan diketahui dalam beberapa waktu kedepan.
Ia optimis bersama dengan rekan-rekannya bisa menjawab masalah biofouling dan serangan penyakit ice-ice pada rumput laut ini.
Editor: Labes Remetwa
Baca juga: