Pembahasan pertanggungjawaban APBD tahun 2020 di Kabupaten Maluku Tenggara (Malra) berjalan alot.
Langgur, suaradamai.com – Pembahasan pertanggungjawaban APBD tahun 2020 di Kabupaten Maluku Tenggara (Malra) berjalan alot.
Sejak Bupati M. Thaher Hanubun menyampaikan nota pengantar pertanggungjawaban APBD 2020 pada 16 Juli 2021 lalu, anggota DPRD Thomas Ulukyanan mempertanyakan penggunaan dana Covid-19.
Ketidakjelasan penggunaan dana inilah, yang kemudian menjadi perdebatan panjang di tingkat komisi, Badan Anggaran (Banggar), hingga penyampaian pendapat akhir fraksi-fraksi terhadap Ranperda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD 2020.
Seperti diberitakan sebelumnya, dari tujuh fraksi di DPRD Kabupaten Maluku Tenggara, ada satu fraksi yang menolak yakni fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). PKB menolak karena tidak tahu secara jelas penggunaan dana covid-19. Mereka menilai pemerintah kurang kooperatif ketika dimintai dokumen, khusus rincian refokusing dan realokasi anggaran untuk penanganan covid-19.
Saat membacakan pendapat akhir fraksi mewakili Fraksi PKB, Cristo Beruat menyampaikan “apabila dalam penanganan Covid-19 di Kabupaten Maluku Tenggara pada tahun 2020 ada menimbulkan persoalan hukum di kemudian hari, maka itu di luar tanggung jawab Fraksi PKB DPRD Malra.”
Rapat kemudian dilanjutkan ke tingkat paripurna dengan agenda permintaan persetujuan DPRD terhadap Ranperda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD tahun 2020. Rapat yang dilaksanakan pada Senin 2 Agustus itu, harus diskors beberapa kali karena terdapat perbedaan pandangan tentang mekanisme pembahasan Ranperda tersebut.
Bagi sebagian anggota DPRD, Ranperda tersebut harus disetujui karena pembahasan sudah berakhir di tahap penyampaian pendapat akhir fraksi yang mana sebagian besar fraksi menerima. Sedangkan ada yang ingin agar keputusan apakah menerima atau menolak Ranperda tersebut harus diambil dengan cara voting atau berdasarkan suara terbanyak dalam rapat paripurna.
Dua pandangan yang berbeda ini berasal dari penafsiran yang berbeda tentang pasal 21 Peraturan DPRD Malra tentang tata tertib DPRD Kabupaten Maluku Tenggara, khususnya ayat 5 tentang mekanisme pembahasan Ranperda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD.
Huruf c ayat 5 pasal 21, berbunyi “pembahasan antara Banggar dan TAPB diakhiri dengan pendapat akhir fraksi”. Kemudian, ditegaskan lagi dalam huruf e ayat 5 pasal 21, berbunyi, “dalam hal persetujuan sebagaimana dimaksud pada huruf c di atas, tidak dapat dicapai secara musyawarah untuk mufakat, keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak.”
Karena berdebat terlalu lama dan panjang terkait pasal ini, DPRD kemudian menempuh jalur konsultasi dengan Biro Hukum Setda Provinsi Maluku yang dilaksanakan secara virtual tadi, Selasa 3 Agustus 2021. Lagi-lagi, masih terjadi perdebatan di sana. Masih ada yang belum puas.
Ketua DPRD Malra Minduchri Kudubun kemudian mengusulkan agar DPRD berkonsultasi ke Jakarta karena menurutnya jawaban Kepala Biro Hukum kurang tepat. Hal ini kemudian mendapat respon positif dari Thomas Ulukyanan.
Thomas mengusulkan agar konsultasi dilakukan secara tertulis. Maksud dia, DPRD Malra menyiapkan narasi yang tepat untuk dikirimkan ke Jakarta. Jawaban yang turun dari pusat, lanjut Thomas, bersifat harus dijalankan, sehingga tidak perlu ada perdebatan lagi. Usulan ini juga mendapat respon positif dari sejumlah anggota DPRD.
Hingga skors untuk batas waktu yang belum ditentukan, belum ada kepastian apakah konsultasi dilanjutkan ke pusat. Yang pasti, usai rapat tadi, pimpinan DPRD dan pimpinan fraksi melanjutkan pertemuan internal di ruang kerja Ketua DPRD.
Editor: Labes Remetwa
Baca juga: